Kamis, 07 Maret 2013

Shalat Sunnah


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Selain shalat fardu (wajib) ada juga shalat sunnah seperti shalat sunnah sebelum maupun sesudah shalat fardu, Idul Fitri, Idul Adha dan sebagainya.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan.
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat, maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama (Islam). Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat-shalat sunah.
Untuk membatasi bahasan penulisan dalam permasalahan ini, maka penulis hanya membahas tentang shalat sunnah kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Dalam pembahasan kali ini juga di paparkan pengertian shalat sunnah dan macamnya.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan disajikan materi dengan pembatasan sebagai berikut :
1.      Apa pengertin shalat sunnah ?
2.      Apa saja macam-macam shalat sunnah ?
3.      Manfaat melaksanakan shalat sunnah ?



C.    Tujuan Pembahasan
Pembahasan dalam makalah ini bertujuan supaya mahasiswa setelah mempelajarinya mampu :
1.      Mengamalkan shalat sunnah setiap waktunya
2.      Mengetahui pengertian shalat dan shalat sunnah
3.      Memahami macam shalat sunnah
4.      Mengetahui manfaat shalat sunnah

D.    Teknik Pengumpulan Data
Dalam pencarian literatur, penulis menggunakan teknik studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mencari buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang dirumuskan. Selain itu, penulis memanfaatkan website untuk mendapatkan tambahan litratur dan sebagai bahan perbandingan pembuatan makalah.





BAB II
SHALAT SUNNAH

A.    PENGERTIAN SHALAT SUNNAH
1.      Pengertian Shalat
Menurut bahasa, shalat berarti do'a sedangkan menurut istilah berarti menghadap jiwa dan raga kepada Allah. Berhadap hati kepada Allah dalam bentuk beberapa perbuatan dan perkataan. Karena taqwa hamba kepada tuhannya, mengagungkan kebesarannya dengan khusyu dah ikhlas dalam bentuk perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Menurut cara-cara dan syarat-syarat yang telah ditentukan.[1]
Shalat adalah tiang agama sebagaimana tersebut dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda :

Artinya: “ Shalat adalah tiang agama”.

Hadist ini diriwayatkan  oleh Al-baihaqy dari hadis umar dengan lafaz lain,yaitu: “As-salatu ‘imadu d-din “, artinya sembahyang adalah tiang agama”. Dan dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Ad-Dailamy dalam masnad Al-firdaus dari Ali, dan Abu Na’iim dalam kitab shalat, berbunyi “As-Shalatu ‘imaadu d-diin”,artinya “sembahyang tiang agama”, dan dalam masnad Ahmad dari hadis Mu’az berbunyi : “Ra’su l-amri wa ‘imaaduhu sh-sha-laatu”, artinya “kepada tiap urusan dan tiangnya ialah shalat”.[2]
Sebuah bangunan gedung bila runtuh tiangnya pasti runtuh gedungnya. Dan bila tiang dari sebuah gedung telah runtuh, tidak dapat dipertahankan berdiri dan tegaknya gedung itu dengan segala macam pasak dan tunjang. Bila tiang sebuah gedung berdiri kokoh barulah ada gunanya segala pasak dan tunjang itu. Begitu pula shalat dengan islam.
Perhatikanlah, mudah-mudahan allah merahmati kamu sekalian. Dan pikirlah baik-baik, kerjakanlah shalat itu sebaik-baiknya dan seteliti-telitinya, dan takutlah akan allah, bertolong-tolonglah kamu untuk bersama-sama memperbaiki dan menyempurnakan shalatmu. Nasehat menasehati, ajar mengajar, ingat mengingatkan satu dengan yang lain, agar jangan sampai lalai dan lupa. Allah SWT memerintahkan agar bertolong-tolong dalam kebajikan dan taqwa. Sedangkan shalat adalah sebesar-besar kebajikan dan ketaqwaan.
Ralullah SAW juga bersabda yaitu sebagai berikut :




Artinya:” Yang pertama-tama ditanyai seorang hamba(manusia) di hari kiamat nanti tentang perbuatannya ialah tentang shalat. Bila shalatnya dapat diterima maka akan diterima seluruh amalnya, dan jika shalatnya di tolak maka akan tertolak pula seluruh amal ibadahnya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dari hadist Tamim Ad-Daary, dan diriwayatkan pula oleh Abu Ju’la dalam masnadnya dan olah Af-Dhiyaa’ dalam Al-Mukhtarah dan oleh Al-Tharrany dari Anas.
Jadi shalat adalah puncak atau akhir agama kita. Tentang shalat inilah kita nantipertama-tama akan ditanyai . tidak ada agama lagi, tidak ada islam lagi. Kalau shalat sudah lenyap. Karena shalat adalah shalat yang paling akhir perginya (lenyapnya) dari urusan agama (Islam). Maka bila sesuatu telah lenyap bahagiaannya yang terakhir, artinya telah lenyap seluruhnya. Agungkanlah itu berpegang teguhlah kamu terhadap soal terakhir dari agamamu. Yaitu shalat. Janganlah kamu lalaikan, entengkan, sehingga kamu dengan gampang saja mendahului imammu. Karena dengan mendahului imam, tidaklah sah shalatnya, maka lenyaplah agamanya. Agungkanlah shalat itu mudah-mudahan Allah  menurunkan rahmat-nya keoadamu dan peganglah shalat itu seteguh-teguhnya jangan sampai terlepas dari tanganmu. Takutlah akan Allah dalam soal shalat ini secara khusus. Dan juga dalam soal yang lain yang diajarkan agama kita Islam.
2.      Pengertian Sunnah
Sunnah yaitu tuntutan untuk melaksanakan suatu perbuatan yang tidak bersifat memaksa, melainkan sebagai anjuran, sehingga seorang tidak dilarang untuk meninggalkannya. Orang yang meninggalkannya tidak dikenai hukuman. (Rachmat Syafe’i, 2010: 298)
Shalat sunah/nawafil/nafilah ialah shalat-shalat sunnah yang diluar dari shalat-­shalat yang difardhukan. Shalat itu dikerjakan oleh Nabi Muhammad untuk mendekatkan diri kepada Allah dan untuk mengharapkan tambahan pahala. Shalat yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala tetapi bila ditinggalkan tidak berdosa.
Shalat nawafil adalah shalat yang bukan wajib tetapi dianjurkan pelaksanaannya kecuali pada lima waktu. Sesudah shalat subuh sampai waktu terbit matahari tepat diatas kepala sampai condong ke barat, setelah shalat ashar hingga terbenamnya matahari dan ketika masuknya waktu magrib.[3]


Berikut ini terjemahan hadits tentang shalat nawafil :
Senantiasalah hamba-Ku mendekati aku dengan amal-amal yang nawafil, sehingga aku cinta kepadanya. Maka mana kala aku telah cinta kepadanya, jadilah aku matanya yang dengan itu mereka mendengar, jadilah aku lidahnya yang dengan itu mereka berkata; jadilah mereka tangannya yang dengan itu mereka bekerja; jadilah aku kakinya yang dengan itu aku berjalan. Dengan aku mereka mendengar,dengan aku mereka melihat, dengan aku mereka berakal, dengan aku mereka bekerja dan dengan aku mereka berjalan.” Hadis Qudsi.
Hadis ini menunjukan betapa besarnya astar shalat nawafil, sampai tuhan akan  sedang siapa yang di pimpinnya tentu tidak akan sesat semua pekerjaannnya akan baik, tetapi jangan melupakan keluarga, bermasyrakat dengan memelihara kesehatan. Allah mencela cara hidup kependetaan dengan firman-Nya ayat 170 S. An-Nisa’ dan ayat 29 S. Al-Hadid. Ajaran Allah dan rosul melarang cara beribadat yang berlebih-lebihan.[4]
Amirul Mu’minin Umar ibnu Khattab r.a., sering memasuki masjid pada siang hari. Bila beliau menemui orang-orang yang terus menerus dalam ibadah, beliau menegur sambil berkata: janganlah kamu berdo’a-do’a saja, Ya Allah Ya Robbi, sedang kamu tau bahwa langit tidak menurunkan emas atau perak, maka berjuanglah di pasar-pasar dan di ladang-ladang.


Artinya: “Fardhu itu lebih utama daripada sunnah.”
Pengecualian:[5]
Ada pula masalah yang dikecualikan dari kaidhah ini,antara lain:
1. Memberi dan memulai salam hukumnya sunnah, sedangkan menjawab salam hukumnya wajib. Tetapi memulai lebih utama daripada menjawab salam.
2. Adzan hukumnya sunnah, menjadi Imam shalat jum’at wajib/fardhu ada. Walaupun begitu, melaksanakan adzan lebih utama daripada menjadi imam jum’at.
3. Whudu sebelum datang waktu shalat hukumnya sunnah. Sedangkan whudu sesudah masuk waktu dan akan shalat hukumnya wajib. Meskipun demikian whudu sebelum datang waktu shalat lebih utama daripada whudu sesudah masuk waktu.

B.     MACAM-MACAM SHALAT SUNNAH
Shalat sunnah terbagi dua yaitu:
1.      Shalat sunnah yang dilaksanakan secara berjamah. Shalat sunnah jenis ini status hukumnya adalah muakkad, contohnya: shalat idul fitri, idul adha, terawih, istisqa, kusuf dan khusuf.
Berikut ini sedikit penjelasan dari shalat-shalat sunnah di atas :
a.       Shalat ‘Id / Hari Raya
Shalat hari raya dalam islam ada dua, yaitu :
1)      Shalat Idul Fitri yaitu shalat yang dilaksanakan tanggal 1 Syawal
2)      Shalat Idul Adha yaitu shalat yang dilaksanakan tanggal 10 Dzulhijah
Yaitu shalat dua rakaat. Rakaat yang pertama dengan tujuh takbir, selain takbirotul ihram, rakaat yang kedua dengan lima takbir, selain takbir untuk berdiri dari rakaat yang pertama.[6]
Shalat ‘id dianjurkan pelaksanaannya dalam jumlah yang besar di tanah lapang terbuka, diakhiri dengan khutbah berisi soal keagamaan dan kemasyarakatan.
Sesudah shalat Ied dilakukan, maka berkhutbah dua kali, dalam khutbah pertama bertakbir sembilan kali, dalam khtbah kedua bertakbir tujuh kali. Sesuai dengan hadits nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yaitu :
Abu Sa’id Alhudri ra. Berkata yang terjemahannya: Adalah Rosullah saw pergi ketempat shalat pada hari raya Fitr dan Adlha.mula-mula beliau melakukan shalat Ied. Sesudah shalat beliau menghadap kepada orang banyak,sedangkan mereka masih dalam keadaan dalam keadaan duduk dalam shaf mereka masing-masing. Rosulullah berkhutbah memberi nasehat, berpesan dan memberikan perintah-perintah kepada mereka.jadi belia ingin mengirim pasukan untuk perang, maka diputuskan ketika itu. Dan jika ingin memberikan perintah, maka diperintahkan ketika itu pula kemudian beliau pergi. (Bukhori : 913/Muslim : 889).
Disunatkan bertakbir, tahmid dan tahlil mula terbenam nya matahari malam hari raya fitrah sampai imam melakukan shalat Ied. Dan pada hari raya Ied Adlha, takbir tahmid dan tahlil dikumandangkan setelah selesai shalat fardlu, dimulai dari subuhnya hari arafah ( tanggal 9 dzulhijah) sampai pada shalat asar akhir tasyriq.
b.      Shalat Terawih
Yaitu shalat di waktu malam pada bulan Ramadhan. Waktunya setelah shalat isya sampai terbit fajar. Boleh dikerjakan sendiri-sendiri boleh berjamaah. Bilangan rakaat shalat tarawih tidak ada yang menegaskan dengan pasti berapa jumlahnya, delapan atau dua puluh rakaat. Namun ada beberapa hadits yang menjelaskan jumlah rakaat shalat terawih yaitu:


Artinya : “Dari Aisyah katanya: yang dikerjakan Rasulullah SAW di bulan Ramadhan atau lainnya tidak lebih dari sebelas rakaat. (H.R. Bukhari)
Berikut ini hadits yang diberitakan oleh Abid Ibnu Hamaid dan At Tabrani dari Ibnu Abbas tentang shalat terawih 20 rakaat.

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW shalat di bulan Ramadhan adalah 20 rakaat dan witir”
Demikian dua buah hadits yang menyatakan jumlah rakaat terawih, banyak yang melaksanakannya. Dan shalat terawih yang dilaksanakan pada masa Umar, Usman dan Ali adalah berjumlah 20 rakaat.
c.       Shalat Istisqa
Istisqa itu artinya minta hujan. Caranya ada tiga yaitu :
1)      Dengan berdoa saja, baik sendiri-sendiri atau orang banyak. Rasulullah pernah meminta hujan dengan doa saja.
2)      Berdoa di dalam khutbah Jum’at. Ini juga pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW.
3)      Dengan shalat dua rakaat. Sebelum shalat dilaksanakan bersama, terlebih dahulu imam menganjurkan bertaubat, memberikan sedekah kepada fakir miskin, meninggalkan maksiat, menghentikan permusuhan dan memerintahkan puasa selama tiga hari. Kemudian pada hari keempat, imam bersama orang banyak keluar dengan pakaian yang sederhana, dengan tenang dan merendahkan diri, dan shalat dua rakaat seperti shalat Ied. Kemudian berkhutbah dua kali dan membalikkan selindangnya.[7]
Abdullah bin Zaid bin Ashim ra berkata :





Nabi saw keluar rumah, pergi ketempat sembahyang untuk menerima hujan. Kemudian beliau menghadap kiblat. Membalikan selindangnya  dan shalat dua rakaat. (Bukhori : 966/Muslim : 894)

d.      Shalat Kusuf dan Khusuf
Shalat kusuf artinya shalat di waktu ada gerhana matahari. Sedangkan shalat khusuf adalah shalat di waktu ada gerhana bulan. Shalat gerhana dua rakaat berjamaah dengan tidak memakai adzan dan qamat. Jika telah berlalu tidak disunatkan mengqodlo. Sholat gerhana matahari atau bulan dilakukan dua rakaat. Tiap satu rakaat dua kali berdiri,dua kali membaca surat al-fatihah dan surat yang panjang,dua kali rukuk, dengan tasbih yang panjang,dua kali sujud,demikian juga dengan rakaat yang kedua. Sesudah sholat dua rakaat, diteruskan dua kali khutbah. Dalam gerhana matahari dilakukan dengan suara pelan-pelan, sedang dalam gerhan bulan dilakukan dengan suara keras.
Aisyah ra berkata yang terjemahannya : Terjadi gerhana matahari pada masa Rosulullah saw, karena beliau sholat bersama orang banyak. Lama sekali beliau berdiri, kemudian ruku’ dan lama sekali dalam ruku’ nya, lalu berdiri lama lagi tetapi tidak selama berdiri yang pertama, kemudian ruku’ lama lagi, tetapi tidak selama ruku’ yang pertama, kemudian sujud dan setelah itu beliau melakukan rakaat kedua seperti apa yang dilakukan pada rakaat yang pertama. Setelah selesai sholat, matahari telah jelas kelihatan, setelah itu maka nabi saw berkhutbah dan setelah memuji allah swt beliau bersabda : sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda kebesaran allah swt. Kedua nya tertutup bukan karena kematian atau lahir seseorang. Apabila kamu melihat gerhana maka berdoalah kepada allah swt, bertakbirlah, sholatlah dan bersedekahlah. (Bukhori :997/Muslim : 901)
2.      Shalat sunnah yang dikerjakan secara munfarid ( sendiri-sendiri ). Status hukumnya ada yang sangat dianjurkan ( muakkad ) seperti: shalat sunnah rawatib dan tahajud. Ada pula yang status hukumnya sunnah biasa (ghairu muakkad ) seperti: shalat tahiyatul masjid, shalat dhuha, shalat witir, dan lain-lain.[8]
a.       Shalat Rawatib
Yaitu shalat sunnah yang mengiluti shalat fardu. Dikerjakan sebelum atau sesudah mengerjakan shalat fardu yang lima waktu.
Berilut ini sabda Rasulullah SAW :





Artinya: “dari Abdullah bin Umar, katanya: “Saya ingat dari Rasulullah SAW dua rakaat sebelum dzuhur, dua rakaat sesudah dzuhur, dua rakaat sesudah magrib, dua rakaat sesudah isya, dan dua rakaat sebelum shubuh.(H.R. Bukhari&Muslim)


b.      Shalat Tahajud
Yaitu shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu malam hari sedikitnya dua rakaat dan banyaknya tidak terbatas. Waktunya adalah sesudah shalat isya sampai fajar siddik (shubuh). Jika akan melakukan shalat tahajud disunahkan tidur terlebih dahulu. Waktu yang paling baik untuk mengerjakannya yaitu sepertiga akhir malam.




Artinya: “dan sebagian malam hari, shalat tahajudlah kamu, sebagai suatu tambahan ibadah bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.(QS. Al Isra:79)

Demikianlah Firman Allah SWT telah menjamin bagi siapa saja yang mengerjakan shalat tahajud akan diberi kedudukan yang terpuji, baik di dunia maupun di akhirat, oleh karena itu hendaklah mengerjakan shalat tahajud dan shalat-shalat sunnah lainnya.

c.       Shalat Tahuyatul Masjid
Yaitu shalat yang dimaksudkan untuk menghormati mesjid. Disunahkan bagi orang yang masuk ke mesjid sebelum duduk dua rakaat. Sabda Rasulullah SAW :




Artinya :” Dari Abu Qatadah, berkata Rasulullah SAW, apabila salah seorang kamu masuk mesjid, maka hendaklah ia jangan duduk sebelum shalat dua rakaat dahulu.” (HR. Bukhari&Muslim)

d.      Shalat Dhuha
Yaitu shalat dua rakaat atau lebih, sebanyak-banyaknya 12 rakaat ketika waktu dhuha, yaitu ketika maik matahari setinggi tumbak. Kira-kira jam 8 atau jam 9 sampai tergelincir matahari.
Sabda Rasulullah SAW :



Artinya :”Dari Abu Hurairah, katanya, telah berpesan kepadaku (Rasulullah SAW) tiga macam pesan: puasa tiga hari tiap-tiap bulan, shalat dhuha dua rakaat, dan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari&Muslim)
e.       Shalat Witir
Shalat ganjil jumlah rakaatnya, ( 1, 5, 7, 9 dan 11 rakaat). Yang paling banyak sebelas rakaat dan sedikitnya satu rakaat. Dikerjakan setelah shalat isya. Jika di bulan ramadhan dikerjakan setelah shalat terawih. Sabda Nabi Muhammad SAW :






Artinya :” Dari Abi Ayub, berkata Rasulullah SAW, witir itu hak, maka siapa yang suka mengerjakan lima, kerjakanlah, siapa yang suka mengerjakan tiga, kerjakanlah dan siapa yang suka mengerjakan satu, kerjakanlah,” (HR. Abu Daud & Nasai)


C.    MANFAAT SHALAT SUNAH[9]

1.      Menjadi amalan tambahan kelak di hari kiamat seandainya pada saat melaksanakan shalat lima waktu tidak sempurna.
2.      Mampu meninggikan derajat serta menghapus dosa, kesalahan dan terbukanya pintu sorga bersama Rasulullah SAW.
3.      Menimbulkan rasa cinta dan merupakan wujud syukur kepada Allah SWT dari hamba-Nya.
4.  Mendatangkan berkah, rejeki dan kebaikan saat dikerjakan di rumah, karena menjadikan rumahnya sebagai bagian dari shalatnya.

                


                                                           BAB III      
                                                         PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Sholat merupakan inti (kunci) dari segala ibadah juga merupakan tiang agama, dengannya agama bisa tegak dengannya pula agama bisa runtuh.
Khilafiyyah kaum muslimin tentang shalat adalah hal yang biasa karena rujukan dan pengkajiannya semuanya bersumber dari Al-Qur’an dan hadis, hendaknya perbedaan tersebut menjadi hikmah keberagaman umat islam.
Shalat sunah/nawafil/nafilah ialah shalat-shalat sunnah yang diluar dari shalat-­shalat yang difardhukan. Shalat itu dikerjakan oleh Nabi Muhammad untuk mendekatkan diri kepada Allah dan untuk mengharapkan tambahan pahala. Shalat yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala tetapi bila ditinggalkan tidak berdosa.
Shalat sunnah ada dua yaitu muakkad dan ghairu muakkad. Yang termasuk sunnah muakkad yaitu: shalat terawih, shalat ‘id dan lain sebagainya. Adapun  yang status hukumnya sunnah biasa seperti: shalat tahiyatul masjid, shalat dhuha, shalat witir, dan lain-lain.

B.     SARAN

Dalam pengumpulan materi pembahasan diatas tentunya kami banyak mengalami kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu hendaknya pembaca memberikan tanggapan dan tambahan terhadap makalah kami. Sebelum dan sesudahnya kami haturkan banyak terimakasih.



DAFTAR PUSTAKA


Rifa’i, Moh. 1976. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang : CV.Toha Putra.
Terjemah kitab Imam Ahmad Ibnu Hambal oleh Umar Hubeis dan Bey Arifin, 1974, Betulkanlah Shalat Anda, Jakarta: Bulan Bintang.

Bisri, Moh. Adib, 1977, Terjemah Al Faraidul Bahiyyah, Rembang: Menara Kudus.

Musthafa Diibu Bhigha (ahli bahasa: Moh. Rifa’i & Baghawi Mas’udi), 1986, Fiqih Menurut Mahdzab Syafi’i, Semarang: Cahaya Indah.

Rasjid, Sulaiman, 1976, Fiqih Islam, Jakarta: Attahiriyah.



[1] Rifa’i, Moh. 1976. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang : CV. Toha Putra. Hal.34
[2] Terjemah kitab Imam Ahmad Ibnu Hambal oleh Umar Hubeis dan Bey Arifin, 1974, Betulkanlah Shalat Anda, Jakarta: Bulan Bintang. Hal.24

[3] Terjemah kitab Imam Ahmad Ibnu Hambal oleh Umar Hubeis dan Bey Arifin, 1974, Betulkanlah Shalat Anda, Jakarta: Bulan Bintang. Hal.137
[4] Terjemah kitab Imam Ahmad Ibnu Hambal oleh Umar Hubeis dan Bey Arifin, 1974, Betulkanlah Shalat Anda, Jakarta: Bulan Bintang. Hal.138
[5] Bisri, Moh. Adib, 1977, Terjemah Al Faraidul Bahiyyah, Rembang : Menara Kudus. Hal. 54
[6] Musthafa Diibu Bhigha (ahli bahasa: Moh. Rifa’i & Baghawi Mas’udi), 1986, Fiqih Menurut Mahdzab Syafi’i, Semarang: Cahaya Indah. Hal. 105
[7] Ibid. Hal.109
[8] Rasjid, Sulaiman, 1976, Fiqih Islam, Jakarta: Attahiriyah. Hal 135-149