Selasa, 30 September 2014

JUAL BELI ONLINE MENURUT PANDANGAN ISLAM (TRANSAKSI JUAL BELI)


JUAL BELI ONLINE MENURUT PANDANGAN ISLAM (TRANSAKSI JUAL BELI)

MAKALAH
FIQH MUAMALAH II

Disusun dan Diajukan Memenuhi Tugas Mandiri
Mata KuliahFiqh Muamalah II
             DosenPengampu    : Drs. H. Ujang Syafrudin, M.Ag
             Asisten Dosen       : Samud, SH.I., MH.I


Disusun oleh:
Muhamad Ramdani Yusuf (14122211003)
                             
Semester 4 / Muamalah 4

SYARIAH / MUAMALAT
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
JalanPerjuanganBy Pass Sunyaragi Cirebon – Jawa Barat 45132
1435 H / 2014 M


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Merupakan kehendak Allah, bahwa manusia diciptakan dalam bingkisan social, dimana manusia dituntut untuk berinterakasi (bermasyarakat, tolong meneolong, dll). Oleh karenanya, manusia harus menyadari akan keterlibatan orang lain dalam suatu kehidupan ini, yaitu saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama-sama, dan mencapai tujuan hidup yang lebih maju.
Ajaran islam yang dibawa Muhammad ini memiliki sisi keunikan tersendiri, dimana didalam ajaean tersebut tidak hanya bersifat komprehensif, tapi juga bersifat universal. Komprehensip berarti mencakup seluruh aspek kehidupan, baik ritual, ataupun social (hubungan antara sesamam makhluk). Seda ngkan Universal bisa diterapkan kapan saja, hingga hari akhir.
Landasan ajaram islam Al-Qur’an dan Al-Hadits memiliki daya jangkau dan daya atur, yang secara universal dapat dilihat dari sisi teksnya yang selalu pas untuk diimplementasikan dalam wacana kehidupan actual, misalnya daya jangkau dan daya atur dalam masalah perekonomian. Dalam hal ini ekonomi maupun bidang-bidang ilmu lainnya tidak luput dalam kajian islam, yang bertujuan untuk menuntun manusia agar selalu tetap berada dijalan Allah, jalan kebenaran dan keselamatan.
Aspek perekonomian merupakan suatu hal yang sangat penting, dimana posisi ini menentukan akan kesejahteraan manusia semuanya. Seiring dengan perjalana sang wasktu dan pertumbuhan masyarakat, serta kemajuan IPTEK (illmu penegetahuan dan tekhnologi), maka dalam hal ini mengarah pada suatu titik, yaitu membentuk dan mewujudkan perubahan terhadap pola kehidupan bermasyarakat, tidak terkecuali dalam bidang ekonomi, yaitu tentang suatu perdagangan.
Konklusi ayat diatas menunjukkan diperbolehkannya jual beli yang saling menguntungkan, dan dilarang merampas harta orang lain dengan cara menipu atau berbuat kecurangan.
Transaksi salam, sebagaiman model transaksi jual beli lainnya telah ada, bhakan sebelum kedatangan Nabi Muhammad, sebagai bentuk transaksi yang ada sejak lama,dan ipraktekkan dalam masyarakat luas. Dalam transaksi ini terlampir seperangkat aturan yang trcantum dalam Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Ijma’ para Ulama’. Akan tetapi dengan adanya berkembangnya kemajuan zaman, yang ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, mebawa manusia pada perubahan secara signifikan. Contoh kecil, perkembangan teknologi elektronik yang berlangsung sangat pesat akhir-akhir ini, telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat, bagaimana tidak, kalo adanya digunakan sebagai alat transaksi bisnis jarak jauh (E-Commerce / non face), yang hanya melakukan pertukaran data.
B. Penegasan Judul
1.Jual beli : suatu transaksi perdagangan 
2.Salam : dalam islam dikenal sebagai akad pesanan (memesan barang) atau transaksi jual beli dengan cara memesan
3.Transaksi secar online Ec-Coomerce : transaksi jual beli dengan cara memesan barang secara online, lewat photo shop, secara maya, hanya dengan salintukar data informasi.
C. Identifikasi Dan Batasan Masalah
Dalam makalah ini akan membahas tentang “Transaksi Jual Beli Secara Online (akad salam secara E-Commerce) dimana penelitian akan difokuskan pada system perekonomian dagang islam dalam menjawab tantangan global. Dengan landasan al-Qur’an dan al-Hadits, serta kitab-kitab para Ulama’. objek forma.
Dari penelitian sementara dapat disimpulkan bahwa transaksi salam (pesanan) diperbolehkan, akan tetapi transaksi salam secar onlinemasih belum titik kejelasan, sebab itulah perlu ditelaah ulang untuk mendapatkan bukti apakah adanya kehadiran teks dalam dua wahyu tersebut dapat merubah posisi, hingga aturan dalam islam memang dapat dibuktikan akan ke-aktualan dan faktualnya, serta system perekonomian islam tidak tertinggal jauh oleh zaman.
kemudian ditela’ah sesuai analisis ilmiah, melalu pertimbangan Al-Qur’anm hadits dan ijma’, yang akhirnya bisa dijadikan hujjah untuk dikonsumsi ditengah-tengah masyrakat. Serta penelitian ini akan membahas sejauh mana dampak dan pengaruh transaksi secara online atau E-Commerce pada kehidupan manusia.
D. Rumusan Masalah
1.Pengertian transaksi jual beli dengan akad salam secara Sayr’I (menurut pandangan islam)
2.Pengartian transaksi jual beli dengan akad salam secara online (E-Commerce)
3.Bagaimanakah tinjauan hukum islam terhadap pembelian secara Online (E-Commerce)?








BAB II
PEMBAHASAN
A.Penegertian Jual Beli Dengan Akad Salam Secara Syar’i
Secara bahasa, transaksi (akad) digunakan berbagai banyak arti, yang hanya secara keseluruhan kembali pada bentuk ikatan atau hubungan terhadap dua hal. Yaitu As-Salam atau disebut juga As-Salaf merupakan istilah dalam bahasa arab yang mengandung makna “penyerahan”. Sedangkan para fuqaha’ menyebutnya dengan al-Mahawi’ij (barang-barang mendesak) karena ia sejenis jual beli barang yang tidak ada di tempat, sementara dua pokok yang melakukan transaksi jual beli mendesak.
Jual beli pesanan dalam fiqih islam disebut as-salam sedangkan bahasa penduduk hijaz, sedangkan bahsa penduduk iraq as-salaf. Kedua kata ini mempunyai makna yang sama, sebagaimana dua kata tersebut digunakan oleh Nabi, sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah ketika membicarakan akad bay’salam, beliau menggunakan kata as-salaf disamping as-salam, sehingga dua kata tersebut merupakan kata yang sinonim.
Secar terminology ulama’ fiqih mendefinisikannya :
بيع اجل معاجل او بيع شيئ موصوف في الذمة اي انه يتقدم فيه رأس المال ويتأخر المثمن لأجله
“manjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang cirri-cirinya jelas dengan pembayaran modal di awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian”.
Sedangkan Ulama’ Syafi’yah dan Hanabilah mendefinisikannya sebagai berikut :
عقدعلى موصوف بذمة مقبوض بمجلس عقد
“akad yang disepakati dengan menentukan cirri-ciri tertentu dengan membayar harganya terlebih dulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian dalam suatu majelis akad”.
Dengan adanya pendapat pendapat diatas sudah cukup untuk memberikan perwakilan penjelasan dari akad tersebut, dimana inti dari pendapat tersebut adalah; bahwa akad salam merupakan akad pesanan dengan membayar terlebih dahulu dan barangnya diserahkan kemudian, tapi cirri-ciri barang tersebut haruslah jelas penyifatannya.
Dan masih banyak lagi pendapat yang diungkapkan para pemikir dalam masalah ini, sebagaimana al-Qurthuby , An-Nawawi dan ulama’ malikiyah, serta yang lain, mereka ikut andil memberikan sumbangsih pemikiran dalam masalah ini, akan tetapi karena pendapatnya hampir sama dengan pandapat yang diungkapkan diatas, maka penulis berfikir, bahwa pendapat diatas sudah cukup untuk mewakilinya.
Dalam islam dituntut untuk lebih jelas dalam memberikan sutu landasan hukum, maka dari itu islam melampirkan sebuah dasar hukum yang terlampir dalam al-Qur’an, al-Hadits dan Al-hadits, ataupun Ijma’. Perlu diketahui sebelumnya mengenai transaksi ini secara khusus dalam al qur an tidak ada yang selama ini dijadikan landasan hokum adalah transaksi jual beli secara global, karna bay salam termasuk salah satu jual beli dalam bentuk khusus, maka hadist Nabi dan ijma’ ulama’ banyak menjelaskannya dan tentunya Al-Qur’an yang membicarakan secara global sudah mencakup atas diperbolehkannya jual beli akad salam. Adapun landasan hokum islam mengenai hal tersebut adalah :
a.Ayat tentang bay as-salam
الذين يأكلون الربوا لايقومون إلا كما يقول الذي يتخبطه الشيطن من المس ذلك بأنهم قالوا إنماالبيع مثل الربوا وأحل الله البيع وحرم الربوا فمن جاءه موعظة من ربه فانتهى فله ماسلف وامره إلى الله ومن عاد فالئك اضحاب النار هم فيها خالدون
ياايهالذين أمنوا إذا تداينتم بدين الى اجل مسمى فاكتبوه واليكتب بينكم كاتب بالعدل ولا يأب كاتب أنيكتب كماعلمه الله فاليكتب واليملل الذي عليه الحق واليتق الله ربه ......
b.Hukum tentang bay assalam
Adapun hadits tentang dasar hokum diperbolehkannya transaksi ini adalah, sebagaimana riwayat Hakim bin Hizam :
عن حكيم بن حزام ان النبي صلى الله عليه وسلم قال له لاتبع ما ليس عندك
“dari hakim bin hizam, sesungguhnya Nabi bersabda : janganlah menjual sesuatu yang tidak ada padamu”
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال : قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة وهم يسلفون في الثمر السنتين والثلاث فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من أسلف في شيئ ففي كيل في ثمر معلوم ووزن معلوم إلى اجل معلوم (رواه البخاري)
“dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, Nabi dating kemadinah, dimana masyrakat melakukan transaksi salam (memesan) kurma selama dua tahun dan tiga tahun, kemudian Nabi bersabda, barang siapa melakukan akad salam terhadap Sesutu, hendaklah dilakukan dengan takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dan sampai batas waktu yang jelas.
Dalam transaksi salam ini diperlukan adanya keterangan mengenai pihak-pihak yang terlibat, yaitu orang yang melakukan transaksi secara langung, juga syarat-syarat ijab qabul, yaitu :
a.Pihak-pihak yang terlibat
Adapun pihak-pihak yang terlibat langsung adalah al-muslim dimana posisinya sebagai pembeli atau pemesa, dan juga muslim ilaihi, dimana posisinya sebagai orang yang di amanatkan untuk memesan barang dan Juga barang yang di maksudkan.
Sedangkan syarat dari penjual dan pemesan, penulis hanya bisa menyimpulkan sedikit, yaitu mereka belum termasuk sebagai golongan-golongan orang-orang yang dilarang bertindak sendiri, seperti anak-anak kecil, gila, pemboros, banyak hutangnya, atau yang lainnya.
b.Syarat-syarat ijab qabul
pernyataan dalam ijab qabul ini bisa disampaikan secara lisan, tulisan (surat menyurat, isyarat yang dapat memberi pengertian yang jelas), hingga perbuatan atau kebiasaan dalam melakukan ijab qabul. Adapun syarat-syaratnya adalah :
-Dilakukan dalam satu tempo
-Antara ijab dan qabul sejalan
-Menggunakan kata assalam atau assalaf
-Tidak ada khiyar syarat (hak bagi pemesan untuk menerima pesanan atau         tidak)
B.Pengertian Jual beli dengan Akad Salam Secar online (E-Commerce)
Transaksi secara online merupakan transakasi pesanan dalam model bisnis era global yang non face, dengan hanya melakukan transfer data lewat maya (data intercange) via internet, yang mana kedua belah pihak, antara originator dan adresse (penjual dan pembeli), atau menembus batas System Pemasaran dan Bisnis-Online dengan menggunakan Sentral shop, Sentral Shop merupakan sebuah Rancangan Web Ecommerce smart dan sekaligus sebagai Bussiness Intelligent yang sangat stabil untuk diguakan dalam memulai, menjalankan, mengembangkan, dan mengontrol Bisnis.
Perkembangan teknologi inilah yang bisa memudahkan transaksi jarak jauh, dimana manusia bisa dapat berinteraksi secara singkat walaupun tanp face to face, akan tetapi didalam bisnis adalah yang terpenting memberikan informasi dan mencari keuntungan.
Adapun mengenai definisi mengenai E-Commerce secara umumnya adalah dengan merujuk pada semua bentuk transaksikomersial, yang menyangkut organisasi dan transmisi data yang digeneralisasikan dalam bentuk teks, suara, dan gambar secara lengkap.
Sedangkan pihak-pihak yang terlibat sebagaiman yang telah diungkapkan dalam akad salam diatas, mungkin tidak beda jauh, hanya saja persyaratan tempat yang berbeda.
C.Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembelian Secara Online (E-Commerce)
Sebagaimana keterangan dan penjelasan mengenai dasar hokum hingga persyaratan transaksi salam dalam hokum islam, kalo dilihat secara sepintas mungkin mengarah pada ketidak dibolehkannya transaksi secara online (E-commerce), disebabkan ketidak jelasan tempat dan tidak hadirnya kedua pihak yang terlibat dalam tempat.
Tapi kalo kita coba lebih telaah lagi dengan mencoba mengkolaborasikan antara ungkapan al-Qur’an, hadits dan ijmma’, dengan sebuah landasan :
لأصل في المعاملة الإباحة حتى يدل الدليل لعلى تحرمه
Dengan melihat keterangan diatas undijadikan sebagai pemula dan pembuka cenel keterlibatan hokum islam terhadap permasalahan kontemporer. Karena dalam al-Qur’an permasalahn trasnsaksi online masih bersifat global, selamjutnya hanya mengarahkan pada peluncuran teks hadits yang dikolaborasikan dalam peramasalahan sekarang dengan menarik sebuah pengkiyasan.
Sebagaimana ungkapan Abdullah bin Mas’ud : Bahwa apa yang telah dipandang baik leh muslim maka baiklah dihadapan Allah, akan tetapi sebaliknya.
Dan yang paling penting adalah kejujuran, keadilan, dan kejelasan dengan memberikan data secara lengkap, dan tidak ada niatan untuk menipu atau merugikan orang lain, sebagaimana firman Allah dalam surat Albaqarah 275 dan 282 diatas.

BAB III
             KESIMPULAN
1.      Transaksi salam adalah transaksi pesanan dengan melibatkan penjual dan sipembeli, dengan membayar uang dimuka dan barangnya diserahkan dikemudian hari.
2.      Transaksi memesan barang secara online non face atau maya world, dengan cara menular data, dengan menampakkan keperluan, kejelasan barang, baik berupa tulisan atau gambar
3.      Ketika bentuk barang sudah jelas, dengan menampakkan keseluruhan barang, walaupun tidak secara langsung, akan tetapi, dengan tidak adanya niat saling merugikan, hanya sebatas bisnis, agar saling menguntungkan dan memuaskan.


















DAFTAR PUSTAKA
Asnawi, Haris Faulidi, Transaksi Bisnis E-Commerce Perspektif Islam, (Yogyakarta : Laskar Press),
Al-mwardi dalam Manshur ibnu Idris al-Bahiti, Kasaf al-Qur’an, hlm. 288
Ibn Abidin¸ Ad-Dar Al-Muhtar, Hasan, Ali , Bebagai Macam Transaksi Dalam Islam,
Basyit, Ahmad Azhar, Asas-asa Hukum Mu’amalah. (Yogyakarta : UII pres,1990),
Daud, Ali Mahmud, Hukum Islam Di Indonesia : pengantar hokum islam dan tata hokum islam di Indonesia, (Jakarta : PT: Grafindo, 1993)


ijarah




BAB I
PEMBAHASAN
A.      PENGERTIAN IJARAH
1)        Menurut Hanafiah
Ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan berupa harta[1].
2)        Menurut Malikiyah
Ijarah adalah sesuatu akad yang memberikan hak memiliki atas manfaat suatu barang yang mubah untuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari manfaat.[2]
3)        Menurut Syafi’iyah
Ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan tertentu bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan tertentu.[3]
4)        Menurut Hanabilah
Ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal ijarah dan kara’ dan semacamnya.[4]
Dari denifisi-definisi tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa pada dasranya tidak ada perbedaan yang prinsip di antara para ulama dalam mengartikan ijarah atau sewa menyewa. Dari definisi tersebut dapat di ambil intisari bahwa ijarah atau sewa menyewa adalah akad atas manfaat dengan imbalan.
Para fuqaha sepakat bahwa ijarah atau sewa menyewa merupakan akaq yang dibolehkan oleh syara’, karena terkandung dalam QS. Ath-Thalaq (65) ayat 6 yang artinya kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya. kecuali beberapa ulama. Seperti Abu Bakar Al-Asham, Isma’il bin ‘Aliyah, Hasan Al-Bashri, Al-Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Kisan. Mereka tidak membolehkan ijarah, karena ijarah adalah jual bli manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukannya akad tidak bisa diserahteimakan, setelah beberapa waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati sedikit demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak ada pada waktu akad tidak boleh dijualbelikan.[5]
B.       RUKUN IJARAH DAN SYARAT-SYARATNYA
1)    Rukun Ijarah
       Menurut Hanafiah, rukun ijarah hanya satu, yaitu ijab dan qabul, yakni pernyataan dari orang yang menyewa dan menyewakan. Sedangkan menurut ulama jumhur, rukun ijarah itu ada empat, antara lain:
a)        ‘aqaid, yaitu mu’jir (orang yang menyewakan) dan musta’jir (orang yang menyewa)
b)        Shigat, yaitu ijab qabul.
c)        Ujrah uang (uang sewa atau upah), dan
d)       Manfaat, baik manfaat dari suatu barang yang disewa atau jasa dan tenaga dari orang yang bekerja.
2)    Syarat-syarat Ijarah
Seperti halnya dalam akad jual beli, syarat-syarat ijarah ini juga terdiri atas empat syarat, antara lain:
a)        Syarat terjadinya akad (syarat in’iqad)
b)        Syarat nafadz (berlangsungnya akad)
c)        Syarat sahnya akad, dan
d)       Syarat mengikatnya akad (syarat luzum)




BAB II
ANALISIS
Penelitian ini berangkat dari fenomena pada jasa persewaan sepeda motor yang semakin hari permasalahannya semakin kompleks. Pada rental setiap kerusakan yang terjadi pada barang sewaan, adakalanya kerusakan tersebut diganti oleh penyewa dan ada kalanya juga kerusakan tersebut ditanggung oleh pihak yang menyewakan tergantung seberapa berat kerusakan tersebut. Jasa persewaan sepeda motor ini merupakan sebuah usaha yang bergerak dibidang sewa menyewa yang dalam hukum muamalah disebut dengan Ijarah. 
Permasalahan yang diteliti adalah pertama, akad yang digunakan pada persewaan sepeda motor, kedua penyelesaian sengketa penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi antara penyewa dengan yang menyewakan di persewaan sepeda motor, ketiga, tanggung jawab atas kerusakan barang sewa di persewaan sepeda motor. Pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: akad yang digunakan dalam Jasa Persewaan Sepeda Motor telah sesuai dengan ijarah dan diperbolehkan, karena telah terpenuhi syarat dan rukunnya. Kemudian Penyelesaian sengketa antara penyewa dengan yang menyewakan barang apabila terjadi wanprestasi ini adalah sudah sesuai dengan ijarah, karena dalam menyelesaikan masalah tersebut sudah ada sikap saling tolong-menolong dan penyelesaiannya dengan cara musyawarah dan hal tersebut sangat dianjurkan dalam Islam. Dan tanggung jawab pada barang sewaan apabila terjadi kerusakan adalah sudah sesuai dengan ijarah karena adanya ganti rugi oleh pihak yang melakukan kesalahan dengan unsur kesengajaan. 

 oleh: moh bahrul ilmi




[1] Muhammad bin Abu Bakar As-Sarakhsi, AL-Mabsuth, juz 6, CD Room, Al-Fiqh ‘ala Al=Madzahib Al-Arba’ah, Silsilah Al-‘Ilm An-Nafi’, Seri 9, Al-Ishdar Al-Awwal, 1426 H, hlm. 319.
[2] Ali Fikri, op.cit., hlm. 87.
[3] Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad, Kifayah Al-Akhyar fi Hilli Ghayah Al-Ikhishar. Juz 1. Dar Al-‘Ilm, Surabaya, t.t., hlm. 249.
[4] Syamsuddin bin Qudamah Al-Maqdisi, Asy-Syarh Al-Kabir, Juz 3, Dar Al-Fikr, t.t., hlm. 301.
[5] Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh AL-Islamiy wa Adillatuh, juz 4, Dar Al-Fikr, Damaskus, cet. III, 1989, hlm. 730.

macam-macam pajak


PERPAJAKAN
MACAM-MACAM PAJAK DI INDONESIA
Makalah ini Disusun dan Diajukan Memenuhi Tugas Kelompok
Perpajakan
Dosen Pengampu : H. Juju Jumaena ,M.H


Disusun oleh :
Putri Inggi Rahmiyanti
Nurihsan Syarifudin
Munawaroh
Rispa Ilmawan

Kelompok : 5
Semester IV / MEPI

SYARIAH / MUAMALAT-EKONOMI PERBANKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
Jalan Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon – Jawa Barat 45132
1435 H / 2014 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan khadirat Allah SWT. Atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan sebuah makalah yang diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Perpajakan yang bertema tentang Macam-Macam Pajak.
Sholawat beserta salam semoga selamanya tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kepada keluarganya, sahabatnya, tabiin tabi’atnya dan semoga sampai kepada kita selaku umatnya yang senantiasa selalu taat dan patuh pada ajarannya, dan berkat beliau pula mampu mengubah dari zaman jahiliyah menjadi zaman ilmiah yang penuh dengan inovasi ilmu-ilmu baru.
Akhirnya, sesuai kata pepatah “Tiada gading yang tak retak” kami menyadari bahwa makalah ini masih memilik kekurangan, oleh sebab itu kami akan sangat berterima kasih sekiranya mendapatkan kritik dan masukan yang positif untuk kesempurnaan makalah ini, terutama kami sangat berharap sumbang saran dari bapak Abdul H. Juju Jumaena ,M.H selaku dosen pengampu mata kuliah Perpajakan. Kebenaran dan kesempurnaan hanyalah milik Allah yang maha kuasa. Atas perhatian Bapak, kami mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Cirebon, 18 Maret 2014


                                                                                                     Kelompok


Daftar isi
Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A.    Latarbelakang............................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C.     Tujuan........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 2
A.    Pembagian Pajak....................................................................................... 2
B.     Macam-Macam Pajak Yang Ada Di Indonesia......................................... 3
BAB III PENUTUP............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 21


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Dengan sendirinya, berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat agar memiliki apresiasi yang baik terhadap kewajiban membayar pajak tidak terpaku pada wajib pajak belaka, tapi perlu mempertimbangkan aspek-aspek lainnya secara korelatif. Sebelum sampai pada pembahasan tentang pajak yang spesifikasi, maka terlebih dahulu kita mengetahui jenis dan macam pajak serta manfaat pajak yang berlaku di Indonesia.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pembagian pajak di Indonesia ?
2.      Bagaimana macam-macam pajak di Indonesia ?

C.    Tujuan
Untuk mengetahui pembagian dan macam-macam pajak di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pembagian pajak
            Di Indonesia pada saat ini di kenal berbagai macan jenis pajak dan bisa dikatakan pajak yang diberlakukan meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ditinjau dari berbagai lembaga pemungutannya, pajak dibedakan menjadi dua yaitu pajak pusat yang di sebut juga pajak negara dan pajak daerah.
1.      Pajak pusat
      Pajak pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui undang-undang yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat, dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat dan pembangunan. Yang termasuk dalam pajak pusat di Indonesia saat ini adalah:
a.       Pajak Penghasilan (PPh)
b.      Pajak pertembahan nilai atas barang dan jasa (PPN)
c.       Pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM)
d.      Pajak bumi dan bangunan (PBB)
e.       Bea materai
f.       Bea perhotelan hak atas tanah dan bangunan (PBHTB)
g.      Bea masuk, bea keluar (pajak ekspor), dan cukai (yang dikelola oleh direktorat jendral bea dan cukai departement keuangan)
2.      Pajak daerah
      Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Karena pemerintah daerah di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau kota yang diberi kewenangan untuki melaksanakan otonomi daerah, pajak daerah di indonesia saat ini juga di bagi menjadi dua yaitu:
a.       Pajak provinsi
1)      Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
2)      Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
3)      Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
4)      Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
b.      Pajak kabupaten atau kota
1)      Pajak hotel
2)      Pajak restoran
3)      Pajak hiburan
4)      Pajak reklame
5)      Pajak penerangan jalan
6)      Pajak pengambilan bahan galian golongan C
7)      Pajak parkir

B.     Macam-macam pajak yang ada di Indonesia
1.      Pajak penghasialn (PPh)[2]
Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak.[3] Yang dimaksud dengan tahun pajak dalam Undang-Undang PPh adalah tahun takwim yaitu tahun yang dimulai dari 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember tahun berjalan. Walaupun demikian, wajib pajak dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 bulan.
Pada PPh yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau di peroleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
a.       Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium penghasilan dan praktik dokter, notaris aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.
b.      Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
c.       Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak sepergi buga, deviden, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha dan lain sebagainya.
d.      Penghasilan lain-lain seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya.
Besarnya tarif pajak PPh yang dikenakan terhadap wajib pajak adalah secara progresif yaitu semakin besar penghasilan kena pajak wajib pajak, semakin besr pula pajak terutang yang harus di bayar oleh wajib pajak
PPh untuk wajib pajak dalam negeri dihitung berdasarkan prinsip basis netto di mana yang dikenakan pajak adalah penghasilan kena pajak dan bukan penghasilan kotor. Sementara untuk wajib pajak luar negeri di kenakan atas penghasilan kotor yang diterima oleh wajib pajak dari Indonesia tanpa di kurangi dengan unsur pengurang sebagaimana diperkenankan pada wajib pajak dalam negeri.

2.      Pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa (PPN)[4]
Pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, impor barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean indonesia, pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia, atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi objek pajak PPN adalah:
a.       Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha.
b.      Impor barang kena pajak.
c.       Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha.
d.      Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia.
e.       Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabeam Indonesia.
f.       Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Barang kena pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPn BM. Jasa kena pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbutan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau hak tersedia untuk di pakai termasuk jasa yang di lakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaandengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Sedangkan yang di maksud dengan daerah pabea adalah wilayah republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landasan komitmen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeaan.
Tarif pajak yang di kenakan atas penyerahan maupun pemanfaatan barang kena pajak atau jasa kena pajak dan impor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak adalah sebesar 10%. Besarnya tarif ini ditentukan sama untuk semua jenis barang kena pajak atau jasa kena pajak. Khusus untuk ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak besarnya tarif pajak adalah 0%  dengan kata lain besarnya PPN terutang yang di pungut oleh pengusaha kena pajak dari konsumen di luar negrui adalah nihil.
3.      Pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM)
Pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang di lakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean Indonesia dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, dan impor barang kena pajak yang tergolong mewah. PPn BM di kenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah. Pengenaan dan pemungutan PPn BM di Indonesia saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang pajak pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah 2 kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.


PPn BM dipungut dengan pertimbangan bahwa:
a.       Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi.
b.      Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas barang kena pajak yang tergolong mewah.
c.       Perlu adanya perlindungan terhadap prodosen kecil atau tradisional
d.      Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
Sesuai dengan memori penjelasan Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, yang di maksud dengan barang mewah adalah:
a.         Bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
b.        Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
c.         Pada umumnya barang tersebut dikonsumsioleh masyarakat berpenghasialan tinggi.
d.        Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
e.         Apabila di konsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakan seperti minuman ber alkohol.
Tarif pajak penjualan atas barang mewah(PPn BM), dengan peraturan pemerintah, dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokkan tariff yaitu: tariff yang paling rendah sebesar 10% dan tarif paling tinggi sebesar 75 %.[5]
4.      Pajak bumi dan bangunan (PBB)
 bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang dikenakan atas pemilikan dan atau pemanfaatan bumi dan bangunan di Indonesia. Pemungutan PBB di Indonesiasaat ini di dasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak Bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
Subjek pajak dalam pajak bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.[6]
Yang di maksud dengan bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Sementara yang dimaksud dengan bangunan adalah konstruksi tekhnik yang di tanam atau di lekatkan secara tepat pada tanah dan atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
a.       Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel pabrik dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
b.      Jalan tol
c.       Kolam renang
d.      Pagar mewah
e.       Tempat olahraga
f.       Galangan kapal, dermaga
g.      Taman mewah
h.      Tempat penampungan atau kilang minyak air dan gas, pipa minyak dan
i.        Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Dalam sistem pemungutan PBB di Indonesia yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Nilai jual kena pajak = Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikurangi Nilai jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) dikalikan dengan prosentase tertentu. Pada PBB besaran tarif pajak adalah tunggal atau tetap yaitu sebesar 0,5% . hanya saja terdapat progresitivitas dalam menentukan besarnya NJKP dimana saat ini ada 2 tarif NJKP yang di berlakukan sebesar 20% jika NJOP kurang dari 1 milyar dan 40% jika NJOP lebih atau sama dengan 1 milyar.
5.      Bea materai[7]
Pemungutan bea materai di Indonesia saat ini dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang bea materai. Bea materai adalah pajak atas dokumen. Maksud dari dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak yang berkepentingan, serta dokumen tersebut di tanda tangani pihak yang yang terlibat didalamnya. Dokumen yang dikenakan Bea Materai adalah sebagai berikut:
a.       Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang di buat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-surat lainnya di bebani kewajiban untuk membayar bea materai atas surat yang dipegangnya.
b.      Akta-akta notaris termasuk salinannya.
c.       Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuatan akta tanah (PPAT) termasuk rangkap-ragkapnya.
d.      Surat yang memuat jumlah uang yaitu :
1)      Yang menyebutkan penerimaan uang
2)      Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalm rekening di bank.
3)      Yang berisi pemberitahua saldo rekening di bank
4)      Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.
e.        Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek
f.         Efek dalam nama dan bentuk apa pun.
Besarnya bea materai yang terhutang berkaitan dengan dokumen yang digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan adalah sebesar Rp.6000,00. Sementara apabila dokumen yang dimaksud adalah berkaitan dengan penyerahan uang, besarnya bea materai tergantung sesarnya uang tersebut jika kurang dari Rp.250.000,00 maka tidak terutang bea materai, jika lebih atau sama dengan Rp.250.000,00 tetapi kurang dari Rp.1.000.000,00 maka besarnya bea materai terhutang Rp.3000,00 dan jika lebih dari atau sama dengan Rp.1.000.000,00 bea materai terutang adalah Rp.6.000,00.
6.      Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)[8]
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehya hak atas tanah dan atau bangunan oleh pribadi atau badan. Dasar hukum pemungutan BPHTB di Indonesia adalah Undang-undang nomor 21 tahun 1997 tentang bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagai mana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2000.
Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang menjadi objek pajak adalah sebagai berikut:
a.       Jual beli
b.      Tukar menukar
c.       Hibah
d.      Hibah wasiat
e.       Waris
f.       Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
g.      Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
h.      Penunjukan pembeli dalam lelang
i.        Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
j.        Penggabungan usaha
k.      Peleburan usaha
l.        Pemekaran usaha
m.    Haidah
n.      Perolehan hakkarena pemberian hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak
o.      Perolehan hak karena pemberian hak baru diluar pelepasan hak

Besarnya tarif BPHTB adalah sama untuk setiap jenis perolehan hak atas tanah dan bangunan, yaitu 5% dari nilai perolehan objek pajak kena pajak (NPOPKP). NPOPKP di peroleh dengan cara mengurangkan NPOP sesuai dengan ketentuan (NJOP atau harga transaksi atau nilai pasar) dengan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP).
7.      Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air[9]
Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air (PKB dan KAA) adalah pajak atas pemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan disemua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah seuatu sumberdaya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat besar yang bergerak.
Kendaraan diatas air (KAA) adalah semua kendaraan yang bergerak oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumberdaya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan yang digunakan diatas air.
a.       Pajak kendaraan bermotor (PKB)
            Pemungutan PKB didasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 dan peraturan pemerintah nomor 65 thaun 2001 tentang pajak daerah.
Dasar pengenaan PKB dihitung sebagai perkalian dari dua unsur pokok, yaitu:
1)      Nilai jual kendaraan bermotor (NJKB);
2)      Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.
Tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan sebesar:
1)      1,5%  untuk kendaraan bermotor bukan umum
2)      1%  untuk kendaraan umum
3)      0,5% untuk kendaran bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
Secara umum perhitungan PKB adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
                        = Tarif Pajak x (NJKB x Bobot)
b.      Pajak kendaraan di atas air (PKAA)
Pemungutan pajak kendaraan di atas air (PKAA) di Indonesia saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
Objek PKAA adalah pemilikan dan atau penguasaan kendaraan diatas air. Tarif PKAA ditetapkan sebesar 1,5 %. Besarnya pokok pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan PKAA adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
                         = Tarif Pajak x Nilai Jual Kendaraan diatas Air

8.      Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air[10]
a.       Bea balik nama kendaraan bermotor  (BBNKB)
Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 dan peraturan pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah.
Objek pajak BBNKB adalah penyerahan kendaraan bermotor.
            Tarif pajak BBNKB ditentukan berdasarkan tingkat penyerahan objek pajak yang terjadi dan jenis kendaraan bermotor yang diserahkan.
            Tarif BBNKB atas penyerahan pertama ditetapkan sebesar:
1)      10 % untuk kendaraan bermotor bukan umum;
2)      10 % untuk kendaraan bermotor umum; dan
3)      3 % untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
BBNKB atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar:
1)      1 % untuk kendaraan bermotor bukan umum;
2)      1 % untuk kendaraan bermotor umum; dan
3)      0,3 % untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
BBNKB atas penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar:
1)      0,1 %  untuk kendaraan bermotor bukan umum;
2)      0,1 %  untuk kendaraan bermotor umum; dan
3)      0,03 %  untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
Secara umum perhitungan BBNKB adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
                = Tarif Pajak x Nilai Jual Kendaraan Bermotor
b.      Bea balik nama kendaraan di atas air (BBNKAA)
Objek pajak BBNKAA adalah penyerahan kendaraan diatas air. Tarif pajak yang dikenakan adalah sebagai berikut:
1)      Tariff BBNKAA atas penyerahan pertama ditetapkan sebesar 5%.
2)      Tarif BBNKAA atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar 1 %.
3)      Tarif BBNKAA atas penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar 0,1 %.
Secara umum perhitungan BBNKAA adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
                         = Tarif Pajak x Nilai Jual Kendaraan diatas Air

9.      Pajak bahan bakar kendaraan bermotor[11]
Pajak bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) adalah pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan diatas air.
Objek PBBKB adalah bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan diatas air. Secara umum perhitungan BBNKAA adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x Nilai Jual Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

10.  Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan[12]
Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan (PPPABTAP) adalah pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan atau air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat.
Objek pajak PPPABTAP adalah:
a.       Pengambilan air bawah tanah dan atau air permukaan, antara lain pengambilan air dalam sektor pertambangan migas;
b.      Pemanfaatan air bawah tanah dan atau air permukaan, antara lain pemanfaatan air dalam bidang ketenagalistrikan; dan
c.       Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan atau air permukaan.
Tarif pajak PPPABTAP ditetapkan antara lain:
a.       Tarif pajak pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah sebesar 20%
b.      Tariff pajak pengambilan dan pemanfaatan Air permukaan sebesar 10%.
Secara umum perhitungan PPPABTAP adalah sesuai dengan rumus berikut.
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x Nilai perolehan Air

11.  Pajak hotel[13]
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk hal-hal berikut ini:
a.       Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek.
b.      Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan.
c.       Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel.
d.      Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan hotel.
Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi 10%.secara umum perhitungan pajak hotel adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel

12.  Pajak restoran[14]
Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. Termasuk dalam objek pajak restoran adalah rumah makan, kafe, bar, dan sejenisnya.
Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran. Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10 %. Secara umum perhitungan pajak restoran adalah sesuai dengan rumus berikut.
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran

13.  Pajak hiburan[15]
Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Objek hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Yang termasuk hiburan antara lain berupa tontonan film, kesenian, pagelaran music dan tari, pertandingan olahraga, dan sejenisnya.
Secara umum perhitungan pajak hiburan adalah sesuai dengan rumus berikut.
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x jumlah pembayaran untuk menonton/menikmati hiburan.

14.  Pajak reklame
Pajak reklame adalah pajak yang dikeluarkan kepada mereka yang memegang surat ijin reklame.[16] Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya memiliki tujuan komersial, digunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan, atau memujikan suatu barang, jasa, atau orang. Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame.
Tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25 %. Secara umum perhitungan pajak reklame adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x Nilai Sewa Reklame

15.  Pajak penerangan jalan[17]
Pajak penerangan jalan (PPJ) adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Objek PPJ adalah penggunaan tenaga listrik diwilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.
Tarif pajak PPJ ditetapkan paling tinggi sebesar 10 %. Secara umum perhitungan pajak penerangan jalan adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x Nilai jual tenaga listrik

16.  Pajak pengambilan bahan galian golongan C[18]
Pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undagan yang berlaku. Objek pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah kegiatan pengambilan bahan galian golongan C.




Tarif pajak pengambilan bahan galian golongan C ditetapkan paling tinggi sebesar 20 %. Secara umum perhitungan pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x Nilai jual hasil pengambilan bahan galian golongan C

17.  Pajak parkir[19]
Pajak parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
Objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
Tarif pajak parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 20 %. Secara umum perhitungan pajak parkir adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x jumlah pembayaran untuk pemakaian tempat parkir



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
     Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Yang termasuk dalam pajak pusat di Indonesia saat ini adalah:
a.       Pajak Penghasilan (PPh)
b.      Pajak pertembahan nilai atas barang dan jasa (PPN)
c.       Pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM)
d.      Pajak bumi dan bangunan (PBB)
e.       Bea materai
f.       Bea perhotelan hak atas tanah dan bangunan (PBHTB)
g.      Bea masuk, bea keluar (pajak ekspor), dan cukai (yang dikelola oleh direktorat jendral bea dan cukai departement keuangan)
pajak daerah di indonesia saat ini juga di bagi menjadi dua yaitu:
a.       Pajak provinsi
1)      Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
2)      Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
3)      Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
4)      Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
b.      Pajak kabupaten atau kota

1)      Pajak hotel
2)      Pajak restoran
3)      Pajak hiburan
4)      Pajak reklame
5)      Pajak penerangan jalan
6)      Pajak pengambilan bahan galian golongan C
7)      Pajak parkir

DAFTAR PUSTAKA
A.    Buku
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Refisi 2009, ANDI, Yogyakarta, 2009.
Purnama Ridwan, Perpajakan, Universitas Terbuka, Jakarta, 2000.
Siahaan P. Marihot, Utang pajak pemenuhan kewajiban dan penagihan pajak dengan surat paksa, Rajawali Pers, Jakarta, 2004.
Waluyo, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2000.

B.     Website


[2] Marihot P. Siahaan, Utang pajak pemenuhan kewajiban dan penagihan pajak dengan surat paksa, (Jakarata: Rajawali Pers, 2004), hlm. 52-56
[3] Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, pasal 1.
[4] Marihot: op.cit. hlm. 56-59
[5] Mardiasmo, Perpajakan edisi Refisi 2009, (Yogyakarta: ANDI, 2009), hlm. 280
[6] Waluyo, Perpajakan Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hlm. 414
[7] Marihot: op.cit. hlm. 66-69
[8] Marihot: op.cit. hlm. 70-76
[9] Marihot: op.cit. hlm. 76-83
[10] Marihot: op.cit. hlm. 83-90
[11] Marihot: op.cit. hlm. 91-92
[12] Marihot: op.cit. hlm. 93-95
[13] Marihot: op.cit. hlm. 96-98
[14] Marihot: op.cit. hlm. 98-100
[15] Marihot: op.cit. hlm. 100-104
[16] Ridwan Purnama, Perpajakan, (Jakarta: Universitas Terbuka), hlm. 15
[17] Marihot: op.cit. hlm. 108-110
[18] Marihot: op.cit. hlm. 111-113
[19] Marihot: op.cit. hlm. 113-115