PERPAJAKAN
MACAM-MACAM
PAJAK DI INDONESIA
Makalah ini Disusun dan Diajukan Memenuhi Tugas Kelompok
Perpajakan
Dosen Pengampu : H. Juju Jumaena
,M.H
Disusun
oleh :
Putri Inggi Rahmiyanti
Nurihsan
Syarifudin
Munawaroh
Munawaroh
Rispa Ilmawan
Kelompok : 5
Semester IV / MEPI
SYARIAH
/ MUAMALAT-EKONOMI
PERBANKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH
NURJATI CIREBON
Jalan
Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon – Jawa Barat 45132
1435 H / 2014 M
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji
syukur kami panjatkan khadirat Allah SWT. Atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan sebuah makalah yang diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Perpajakan yang bertema tentang Macam-Macam
Pajak.
Sholawat
beserta salam semoga selamanya tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Kepada keluarganya, sahabatnya, tabiin tabi’atnya dan semoga sampai kepada kita
selaku umatnya yang senantiasa selalu taat dan patuh pada ajarannya, dan berkat
beliau pula mampu mengubah dari zaman jahiliyah menjadi zaman ilmiah yang penuh
dengan inovasi ilmu-ilmu baru.
Akhirnya,
sesuai kata pepatah “Tiada gading yang tak retak” kami menyadari bahwa makalah
ini masih memilik kekurangan, oleh sebab itu kami akan sangat berterima kasih
sekiranya mendapatkan
kritik dan masukan yang positif untuk kesempurnaan makalah ini, terutama kami
sangat berharap sumbang saran dari
bapak Abdul H. Juju Jumaena ,M.H selaku dosen pengampu
mata kuliah Perpajakan. Kebenaran
dan kesempurnaan hanyalah milik Allah yang maha kuasa. Atas perhatian Bapak, kami mengucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Cirebon, 18
Maret 2014
Kelompok
Daftar isi
Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A.
Latarbelakang............................................................................................ 1
B.
Rumusan
Masalah..................................................................................... 1
C.
Tujuan........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 2
A.
Pembagian
Pajak....................................................................................... 2
B.
Macam-Macam
Pajak Yang Ada Di Indonesia......................................... 3
BAB III PENUTUP............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sesuai
falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan
kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut
berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan
pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai
pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota
masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai
dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Dengan
sendirinya, berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat agar memiliki apresiasi
yang baik terhadap kewajiban membayar pajak tidak terpaku pada wajib pajak
belaka, tapi perlu mempertimbangkan aspek-aspek lainnya secara korelatif. Sebelum
sampai pada pembahasan tentang pajak yang spesifikasi, maka terlebih dahulu
kita mengetahui jenis dan macam pajak serta manfaat pajak yang berlaku di
Indonesia.[1]
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
pembagian pajak di Indonesia ?
2.
Bagaimana
macam-macam pajak di Indonesia ?
C.
Tujuan
Untuk
mengetahui pembagian dan macam-macam pajak di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pembagian
pajak
Di Indonesia pada saat ini di kenal
berbagai macan jenis pajak dan bisa dikatakan pajak yang diberlakukan meliputi
berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ditinjau dari berbagai lembaga
pemungutannya, pajak dibedakan menjadi dua yaitu pajak pusat yang di sebut juga
pajak negara dan pajak daerah.
1.
Pajak
pusat
Pajak pusat adalah pajak yang ditetapkan
oleh pemerintah pusat melalui undang-undang yang wewenang pemungutannya ada
pada pemerintah pusat, dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran
pemerintah pusat dan pembangunan. Yang termasuk dalam pajak pusat di Indonesia
saat ini adalah:
a.
Pajak
Penghasilan (PPh)
b.
Pajak
pertembahan nilai atas barang dan jasa (PPN)
c.
Pajak
penjualan atas barang mewah (PPn BM)
d.
Pajak
bumi dan bangunan (PBB)
e.
Bea
materai
f.
Bea
perhotelan hak atas tanah dan bangunan (PBHTB)
g.
Bea
masuk, bea keluar (pajak ekspor), dan cukai (yang dikelola oleh direktorat
jendral bea dan cukai departement keuangan)
2.
Pajak
daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah
dan pembangunan daerah. Karena pemerintah daerah di Indonesia terbagi menjadi
dua yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau kota yang diberi
kewenangan untuki melaksanakan otonomi daerah, pajak daerah di indonesia saat
ini juga di bagi menjadi dua yaitu:
a.
Pajak
provinsi
1)
Pajak
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
2)
Bea
balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
3)
Pajak
bahan bakar kendaraan bermotor
4)
Pajak
pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
b.
Pajak
kabupaten atau kota
1)
Pajak
hotel
2)
Pajak
restoran
3)
Pajak
hiburan
4)
Pajak
reklame
5)
Pajak
penerangan jalan
6)
Pajak
pengambilan bahan galian golongan C
7)
Pajak
parkir
B.
Macam-macam
pajak yang ada di Indonesia
1.
Pajak
penghasialn (PPh)[2]
Pajak
penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak.[3]
Yang dimaksud dengan tahun pajak dalam Undang-Undang PPh adalah tahun takwim
yaitu tahun yang dimulai dari 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember
tahun berjalan. Walaupun demikian, wajib pajak dapat menggunakan tahun buku
yang tidak sama dengan tahun takwim sepanjang tahun buku tersebut meliputi
jangka waktu 12 bulan.
Pada
PPh yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau di peroleh wajib pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
Dilihat
dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak, penghasilan
dapat dikelompokkan menjadi:
a.
Penghasilan
dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji,
honorarium penghasilan dan praktik dokter, notaris aktuaris, akuntan,
pengacara, dan sebagainya.
b.
Penghasilan
dari usaha dan kegiatan.
c.
Penghasilan
dari modal yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak sepergi buga,
deviden, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak
dipergunakan untuk usaha dan lain sebagainya.
d.
Penghasilan
lain-lain seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya.
Besarnya tarif pajak PPh yang dikenakan terhadap wajib pajak adalah
secara progresif yaitu semakin besar penghasilan kena pajak wajib pajak,
semakin besr pula pajak terutang yang harus di bayar oleh wajib pajak
PPh untuk wajib pajak dalam negeri dihitung berdasarkan prinsip
basis netto di mana yang dikenakan pajak adalah penghasilan kena pajak dan
bukan penghasilan kotor. Sementara untuk wajib pajak luar negeri di kenakan
atas penghasilan kotor yang diterima oleh wajib pajak dari Indonesia tanpa di
kurangi dengan unsur pengurang sebagaimana diperkenankan pada wajib pajak dalam
negeri.
2.
Pajak
pertambahan nilai atas barang dan jasa (PPN)[4]
Pajak
pertambahan nilai atas barang dan jasa (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas
penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan
oleh pengusaha, impor barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak di dalam
daerah pabean indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan barang kena
pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean indonesia,
pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
Indonesia, atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi objek pajak PPN adalah:
a.
Penyerahan
barang kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh
pengusaha.
b.
Impor
barang kena pajak.
c.
Penyerahan
jasa kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha.
d.
Pemanfaatan
barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
Indonesia.
e.
Pemanfaatan
jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabeam Indonesia.
f.
Ekspor
barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Barang kena pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang
tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPn BM.
Jasa kena pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan
atau perbutan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau hak
tersedia untuk di pakai termasuk jasa yang di lakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaandengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
Sedangkan yang di maksud dengan daerah pabea adalah wilayah republik Indonesia
yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya serta
tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landasan komitmen yang di
dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeaan.
Tarif pajak yang di kenakan atas penyerahan maupun pemanfaatan
barang kena pajak atau jasa kena pajak dan impor barang kena pajak oleh
pengusaha kena pajak adalah sebesar 10%. Besarnya tarif ini ditentukan sama
untuk semua jenis barang kena pajak atau jasa kena pajak. Khusus untuk ekspor
barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak besarnya tarif pajak adalah 0% dengan kata lain besarnya PPN terutang yang
di pungut oleh pengusaha kena pajak dari konsumen di luar negrui adalah nihil.
3.
Pajak
penjualan atas barang mewah (PPn BM)
Pajak
penjualan atas barang mewah (PPn BM) merupakan pajak yang dikenakan atas
penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang di lakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di
dalam daerah pabean Indonesia dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, dan impor
barang kena pajak yang tergolong mewah. PPn BM di kenakan hanya satu kali pada
waktu penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah. Pengenaan dan
pemungutan PPn BM di Indonesia saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang pajak pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
Barang Mewah sebagaimana telah 2 kali diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2000.
PPn
BM dipungut dengan pertimbangan bahwa:
a.
Perlu
keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan
konsumen yang berpenghasilan tinggi.
b.
Perlu
adanya pengendalian pola konsumsi atas barang kena pajak yang tergolong mewah.
c.
Perlu
adanya perlindungan terhadap prodosen kecil atau tradisional
d.
Perlu
untuk mengamankan penerimaan negara.
Sesuai dengan memori penjelasan Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor
18 Tahun 2000, yang di maksud dengan barang mewah adalah:
a.
Bahwa
barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
b.
Barang
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
c.
Pada
umumnya barang tersebut dikonsumsioleh masyarakat berpenghasialan tinggi.
d.
Barang
tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
e.
Apabila
di konsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu
ketertiban masyarakan seperti minuman ber alkohol.
Tarif pajak penjualan atas barang mewah(PPn BM), dengan peraturan
pemerintah, dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokkan tariff yaitu: tariff
yang paling rendah sebesar 10% dan tarif paling tinggi sebesar 75 %.[5]
4.
Pajak
bumi dan bangunan (PBB)
bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang
dikenakan atas pemilikan dan atau pemanfaatan bumi dan bangunan di Indonesia.
Pemungutan PBB di Indonesiasaat ini di dasarkan pada Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1985 tentang pajak Bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
Subjek pajak dalam pajak bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang
secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas
bangunan.[6]
Yang
di maksud dengan bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di
bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut
wilayah Indonesia. Sementara yang dimaksud dengan bangunan adalah konstruksi
tekhnik yang di tanam atau di lekatkan secara tepat pada tanah dan atau
perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
a.
Jalan
lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel pabrik dan
lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
b.
Jalan
tol
c.
Kolam
renang
d.
Pagar
mewah
e.
Tempat
olahraga
f.
Galangan
kapal, dermaga
g.
Taman
mewah
h.
Tempat
penampungan atau kilang minyak air dan gas, pipa minyak dan
i.
Fasilitas
lain yang memberikan manfaat.
Dalam sistem pemungutan PBB di Indonesia yang menjadi dasar
pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Nilai jual kena pajak =
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikurangi Nilai jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NJOPTKP) dikalikan dengan prosentase tertentu. Pada PBB besaran tarif pajak
adalah tunggal atau tetap yaitu sebesar 0,5% . hanya saja terdapat
progresitivitas dalam menentukan besarnya NJKP dimana saat ini ada 2 tarif NJKP
yang di berlakukan sebesar 20% jika NJOP kurang dari 1 milyar dan 40% jika NJOP
lebih atau sama dengan 1 milyar.
5.
Bea
materai[7]
Pemungutan
bea materai di Indonesia saat ini dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13
tahun 1985 tentang bea materai. Bea materai adalah pajak atas dokumen. Maksud
dari dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan
maksud tentang perbuatan keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak
yang berkepentingan, serta dokumen tersebut di tanda tangani pihak yang yang
terlibat didalamnya. Dokumen yang dikenakan Bea Materai adalah sebagai berikut:
a.
Surat
perjanjian dan surat-surat lainnya yang di buat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang
bersifat perdata. Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-surat lainnya
di bebani kewajiban untuk membayar bea materai atas surat yang dipegangnya.
b.
Akta-akta
notaris termasuk salinannya.
c.
Akta-akta
yang dibuat oleh pejabat pembuatan akta tanah (PPAT) termasuk
rangkap-ragkapnya.
d.
Surat
yang memuat jumlah uang yaitu :
1)
Yang
menyebutkan penerimaan uang
2)
Yang
menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalm rekening di bank.
3)
Yang
berisi pemberitahua saldo rekening di bank
4)
Yang
berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi
atau diperhitungkan.
e.
Surat
berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek
f.
Efek
dalam nama dan bentuk apa pun.
Besarnya bea materai yang terhutang berkaitan dengan dokumen yang
digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan adalah sebesar Rp.6000,00.
Sementara apabila dokumen yang dimaksud adalah berkaitan dengan penyerahan
uang, besarnya bea materai tergantung sesarnya uang tersebut jika kurang dari
Rp.250.000,00 maka tidak terutang bea materai, jika lebih atau sama dengan
Rp.250.000,00 tetapi kurang dari Rp.1.000.000,00 maka besarnya bea materai
terhutang Rp.3000,00 dan jika lebih dari atau sama dengan Rp.1.000.000,00 bea
materai terutang adalah Rp.6.000,00.
6.
Bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)[8]
Bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehya
hak atas tanah dan atau bangunan oleh pribadi atau badan. Dasar hukum pemungutan
BPHTB di Indonesia adalah Undang-undang nomor 21 tahun 1997 tentang bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagai mana telah diubah dengan
undang-undang nomor 20 tahun 2000.
Yang
menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak
atas tanah dan atau bangunan yang menjadi objek pajak adalah sebagai berikut:
a.
Jual
beli
b.
Tukar
menukar
c.
Hibah
d.
Hibah
wasiat
e.
Waris
f.
Pemasukan
dalam perseroan atau badan hukum lainnya
g.
Pemisahan
hak yang mengakibatkan peralihan
h.
Penunjukan
pembeli dalam lelang
i.
Pelaksanaan
putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
j.
Penggabungan
usaha
k.
Peleburan
usaha
l.
Pemekaran
usaha
m.
Haidah
n.
Perolehan
hakkarena pemberian hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak
o.
Perolehan
hak karena pemberian hak baru diluar pelepasan hak
Besarnya tarif BPHTB adalah sama untuk setiap jenis perolehan hak
atas tanah dan bangunan, yaitu 5% dari nilai perolehan objek pajak kena pajak
(NPOPKP). NPOPKP di peroleh dengan cara mengurangkan NPOP sesuai dengan
ketentuan (NJOP atau harga transaksi atau nilai pasar) dengan nilai perolehan
objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP).
7.
Pajak
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air[9]
Pajak
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air (PKB dan KAA) adalah pajak atas
pemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta
gandengannya yang digunakan disemua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh
peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk
mengubah seuatu sumberdaya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan
bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat besar yang bergerak.
Kendaraan
diatas air (KAA) adalah semua kendaraan yang bergerak oleh peralatan teknik
berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu
sumberdaya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang
bersangkutan yang digunakan diatas air.
a.
Pajak
kendaraan bermotor (PKB)
Pemungutan PKB didasarkan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 dan peraturan
pemerintah nomor 65 thaun 2001 tentang pajak daerah.
Dasar
pengenaan PKB dihitung sebagai perkalian dari dua unsur pokok, yaitu:
1)
Nilai
jual kendaraan bermotor (NJKB);
2)
Bobot
yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran
lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.
Tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan sebesar:
1)
1,5% untuk kendaraan bermotor bukan umum
2)
1% untuk kendaraan umum
3)
0,5%
untuk kendaran bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
Secara umum perhitungan PKB adalah sesuai
dengan rumus berikut:
Pajak terutang = Tarif Pajak x Dasar
Pengenaan Pajak
=
Tarif Pajak x (NJKB x Bobot)
b.
Pajak
kendaraan di atas air (PKAA)
Pemungutan pajak kendaraan di atas air (PKAA) di Indonesia saat ini
didasarkan pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
Objek PKAA adalah pemilikan dan atau penguasaan kendaraan diatas air.
Tarif PKAA ditetapkan sebesar 1,5 %. Besarnya pokok pajak yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak.
Secara umum perhitungan PKAA adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak
Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x Nilai Jual Kendaraan diatas Air
8.
Bea
balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air[10]
a.
Bea
balik nama kendaraan bermotor (BBNKB)
Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) saat ini didasarkan
pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 dan peraturan
pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah.
Objek pajak
BBNKB adalah penyerahan kendaraan bermotor.
Tarif pajak BBNKB ditentukan
berdasarkan tingkat penyerahan objek pajak yang terjadi dan jenis kendaraan
bermotor yang diserahkan.
Tarif BBNKB atas penyerahan pertama
ditetapkan sebesar:
1)
10 % untuk kendaraan bermotor bukan umum;
2)
10 % untuk kendaraan bermotor umum; dan
3)
3 % untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
BBNKB atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar:
1)
1 % untuk kendaraan bermotor bukan umum;
2)
1 % untuk kendaraan bermotor umum; dan
3)
0,3 % untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
BBNKB atas penyerahan karena warisan
ditetapkan sebesar:
1) 0,1 %
untuk kendaraan bermotor bukan umum;
2)
0,1 % untuk kendaraan bermotor
umum; dan
3)
0,03 % untuk kendaraan bermotor
alat-alat berat dan alat-alat besar.
Secara umum perhitungan BBNKB adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak
Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x Nilai Jual Kendaraan Bermotor
b.
Bea
balik nama kendaraan di atas air (BBNKAA)
Objek pajak
BBNKAA adalah penyerahan kendaraan diatas air. Tarif pajak yang dikenakan
adalah sebagai berikut:
1)
Tariff BBNKAA atas penyerahan pertama ditetapkan sebesar 5%.
2)
Tarif BBNKAA atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar 1
%.
3)
Tarif BBNKAA atas penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar 0,1 %.
Secara umum
perhitungan BBNKAA adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak
Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x Nilai Jual Kendaraan diatas
Air
9.
Pajak
bahan bakar kendaraan bermotor[11]
Pajak
bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) adalah pajak atas bahan bakar yang
disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan
bakar yang digunakan untuk kendaraan diatas air.
Objek
PBBKB adalah bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap
digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk
kendaraan diatas air. Secara umum perhitungan BBNKAA adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak
Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan
Pajak
= Tarif Pajak x Nilai Jual Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor
10.
Pajak
pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan[12]
Pajak
pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan (PPPABTAP) adalah
pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan atau air permukaan
untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar
rumah tangga dan pertanian rakyat.
Objek pajak
PPPABTAP adalah:
a. Pengambilan air bawah tanah dan atau air
permukaan, antara lain pengambilan air dalam sektor pertambangan migas;
b. Pemanfaatan air bawah tanah dan atau air
permukaan, antara lain pemanfaatan air dalam bidang ketenagalistrikan; dan
c. Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah
dan atau air permukaan.
Tarif pajak PPPABTAP ditetapkan antara
lain:
a. Tarif pajak pengambilan dan pemanfaatan Air
Bawah Tanah sebesar 20%
b. Tariff pajak pengambilan dan pemanfaatan
Air permukaan sebesar 10%.
Secara umum
perhitungan PPPABTAP adalah sesuai dengan rumus berikut.
Pajak
Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan
Pajak
= Tarif Pajak x Nilai perolehan Air
11.
Pajak
hotel[13]
Pajak hotel
adalah pajak atas pelayanan hotel. Objek pajak hotel adalah pelayanan yang
disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk hal-hal berikut ini:
a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal
jangka pendek.
b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan
fasilitas penginapan.
c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang
disediakan khusus untuk tamu hotel.
d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara
atau pertemuan hotel.
Dasar
pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel.
Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi 10%.secara umum perhitungan pajak
hotel adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang
= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x jumlah pembayaran yang
dilakukan kepada hotel
12.
Pajak
restoran[14]
Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Objek pajak
restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. Termasuk
dalam objek pajak restoran adalah rumah makan, kafe, bar, dan sejenisnya.
Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan
kepada restoran. Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10 %.
Secara umum perhitungan pajak restoran adalah sesuai dengan rumus berikut.
Pajak Terutang
= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x jumlah pembayaran yang
dilakukan kepada restoran
13.
Pajak
hiburan[15]
Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Objek hiburan
adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Yang termasuk hiburan
antara lain berupa tontonan film, kesenian, pagelaran music dan tari,
pertandingan olahraga, dan sejenisnya.
Secara umum perhitungan pajak hiburan adalah sesuai dengan rumus
berikut.
Pajak Terutang
= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x jumlah pembayaran untuk menonton/menikmati
hiburan.
14.
Pajak
reklame
Pajak reklame adalah pajak yang dikeluarkan kepada mereka yang memegang
surat ijin reklame.[16]
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak
ragamnya memiliki tujuan komersial, digunakan untuk memperkenalkan,
menganjurkan, atau memujikan suatu barang, jasa, atau orang. Objek pajak
reklame adalah semua penyelenggaraan reklame.
Tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25 %. Secara umum
perhitungan pajak reklame adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang
= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x Nilai Sewa Reklame
15.
Pajak
penerangan jalan[17]
Pajak
penerangan jalan (PPJ) adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan
ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang
rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Objek PPJ adalah penggunaan tenaga listrik diwilayah
daerah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah
daerah.
Tarif pajak PPJ ditetapkan paling tinggi sebesar 10 %. Secara umum
perhitungan pajak penerangan jalan adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang
= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x Nilai jual tenaga listrik
16.
Pajak
pengambilan bahan galian golongan C[18]
Pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas kegiatan
pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undagan
yang berlaku. Objek pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah kegiatan
pengambilan bahan galian golongan C.
Tarif pajak pengambilan bahan galian golongan C ditetapkan paling tinggi
sebesar 20 %. Secara umum perhitungan pajak pengambilan bahan galian golongan C
adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang
= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x Nilai jual hasil pengambilan
bahan galian golongan C
17.
Pajak
parkir[19]
Pajak
parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar
badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan
dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk
penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor
yang memungut bayaran.
Objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir diluar badan
jalan baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan
sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor
dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
Tarif pajak parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 20 %. Secara umum
perhitungan pajak parkir adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang
= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x jumlah pembayaran untuk
pemakaian tempat parkir
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan
Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah
Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh
Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah
pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi
maupun Kabupaten/Kota.
Yang termasuk
dalam pajak pusat di Indonesia saat ini adalah:
a.
Pajak
Penghasilan (PPh)
b.
Pajak
pertembahan nilai atas barang dan jasa (PPN)
c.
Pajak
penjualan atas barang mewah (PPn BM)
d.
Pajak
bumi dan bangunan (PBB)
e.
Bea
materai
f.
Bea
perhotelan hak atas tanah dan bangunan (PBHTB)
g.
Bea
masuk, bea keluar (pajak ekspor), dan cukai (yang dikelola oleh direktorat
jendral bea dan cukai departement keuangan)
pajak daerah di
indonesia saat ini juga di bagi menjadi dua yaitu:
a.
Pajak
provinsi
1)
Pajak
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
2)
Bea
balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
3)
Pajak
bahan bakar kendaraan bermotor
4)
Pajak
pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
b.
Pajak
kabupaten atau kota
1)
Pajak
hotel
2)
Pajak
restoran
3)
Pajak
hiburan
4)
Pajak
reklame
5)
Pajak
penerangan jalan
6)
Pajak
pengambilan bahan galian golongan C
7)
Pajak
parkir
DAFTAR
PUSTAKA
A. Buku
Mardiasmo, Perpajakan
Edisi Refisi 2009, ANDI, Yogyakarta, 2009.
Purnama
Ridwan, Perpajakan, Universitas Terbuka, Jakarta, 2000.
Siahaan P.
Marihot, Utang pajak pemenuhan kewajiban dan penagihan pajak dengan surat
paksa, Rajawali Pers, Jakarta, 2004.
Waluyo, Perpajakan
Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2000.
B. Website
[1] http://forester-untad.blogspot.com/2013/08/makalah-hukum-pajak-dan-jenis-jenis.html (diakses pada tanggal 13 Maret 2014
pukul 23.00 WIB
[2] Marihot P. Siahaan, Utang
pajak pemenuhan kewajiban dan penagihan pajak dengan surat paksa, (Jakarata:
Rajawali Pers, 2004), hlm. 52-56
[3] Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, pasal 1.
[14] Marihot: op.cit. hlm.
98-100
Tidak ada komentar:
Posting Komentar