Selasa, 30 September 2014

macam-macam pajak


PERPAJAKAN
MACAM-MACAM PAJAK DI INDONESIA
Makalah ini Disusun dan Diajukan Memenuhi Tugas Kelompok
Perpajakan
Dosen Pengampu : H. Juju Jumaena ,M.H


Disusun oleh :
Putri Inggi Rahmiyanti
Nurihsan Syarifudin
Munawaroh
Rispa Ilmawan

Kelompok : 5
Semester IV / MEPI

SYARIAH / MUAMALAT-EKONOMI PERBANKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
Jalan Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon – Jawa Barat 45132
1435 H / 2014 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan khadirat Allah SWT. Atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan sebuah makalah yang diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Perpajakan yang bertema tentang Macam-Macam Pajak.
Sholawat beserta salam semoga selamanya tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kepada keluarganya, sahabatnya, tabiin tabi’atnya dan semoga sampai kepada kita selaku umatnya yang senantiasa selalu taat dan patuh pada ajarannya, dan berkat beliau pula mampu mengubah dari zaman jahiliyah menjadi zaman ilmiah yang penuh dengan inovasi ilmu-ilmu baru.
Akhirnya, sesuai kata pepatah “Tiada gading yang tak retak” kami menyadari bahwa makalah ini masih memilik kekurangan, oleh sebab itu kami akan sangat berterima kasih sekiranya mendapatkan kritik dan masukan yang positif untuk kesempurnaan makalah ini, terutama kami sangat berharap sumbang saran dari bapak Abdul H. Juju Jumaena ,M.H selaku dosen pengampu mata kuliah Perpajakan. Kebenaran dan kesempurnaan hanyalah milik Allah yang maha kuasa. Atas perhatian Bapak, kami mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Cirebon, 18 Maret 2014


                                                                                                     Kelompok


Daftar isi
Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A.    Latarbelakang............................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C.     Tujuan........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 2
A.    Pembagian Pajak....................................................................................... 2
B.     Macam-Macam Pajak Yang Ada Di Indonesia......................................... 3
BAB III PENUTUP............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 21


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Dengan sendirinya, berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat agar memiliki apresiasi yang baik terhadap kewajiban membayar pajak tidak terpaku pada wajib pajak belaka, tapi perlu mempertimbangkan aspek-aspek lainnya secara korelatif. Sebelum sampai pada pembahasan tentang pajak yang spesifikasi, maka terlebih dahulu kita mengetahui jenis dan macam pajak serta manfaat pajak yang berlaku di Indonesia.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pembagian pajak di Indonesia ?
2.      Bagaimana macam-macam pajak di Indonesia ?

C.    Tujuan
Untuk mengetahui pembagian dan macam-macam pajak di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pembagian pajak
            Di Indonesia pada saat ini di kenal berbagai macan jenis pajak dan bisa dikatakan pajak yang diberlakukan meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ditinjau dari berbagai lembaga pemungutannya, pajak dibedakan menjadi dua yaitu pajak pusat yang di sebut juga pajak negara dan pajak daerah.
1.      Pajak pusat
      Pajak pusat adalah pajak yang ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui undang-undang yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat, dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat dan pembangunan. Yang termasuk dalam pajak pusat di Indonesia saat ini adalah:
a.       Pajak Penghasilan (PPh)
b.      Pajak pertembahan nilai atas barang dan jasa (PPN)
c.       Pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM)
d.      Pajak bumi dan bangunan (PBB)
e.       Bea materai
f.       Bea perhotelan hak atas tanah dan bangunan (PBHTB)
g.      Bea masuk, bea keluar (pajak ekspor), dan cukai (yang dikelola oleh direktorat jendral bea dan cukai departement keuangan)
2.      Pajak daerah
      Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Karena pemerintah daerah di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau kota yang diberi kewenangan untuki melaksanakan otonomi daerah, pajak daerah di indonesia saat ini juga di bagi menjadi dua yaitu:
a.       Pajak provinsi
1)      Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
2)      Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
3)      Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
4)      Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
b.      Pajak kabupaten atau kota
1)      Pajak hotel
2)      Pajak restoran
3)      Pajak hiburan
4)      Pajak reklame
5)      Pajak penerangan jalan
6)      Pajak pengambilan bahan galian golongan C
7)      Pajak parkir

B.     Macam-macam pajak yang ada di Indonesia
1.      Pajak penghasialn (PPh)[2]
Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak.[3] Yang dimaksud dengan tahun pajak dalam Undang-Undang PPh adalah tahun takwim yaitu tahun yang dimulai dari 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember tahun berjalan. Walaupun demikian, wajib pajak dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 bulan.
Pada PPh yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau di peroleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
a.       Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium penghasilan dan praktik dokter, notaris aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.
b.      Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
c.       Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak sepergi buga, deviden, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha dan lain sebagainya.
d.      Penghasilan lain-lain seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain sebagainya.
Besarnya tarif pajak PPh yang dikenakan terhadap wajib pajak adalah secara progresif yaitu semakin besar penghasilan kena pajak wajib pajak, semakin besr pula pajak terutang yang harus di bayar oleh wajib pajak
PPh untuk wajib pajak dalam negeri dihitung berdasarkan prinsip basis netto di mana yang dikenakan pajak adalah penghasilan kena pajak dan bukan penghasilan kotor. Sementara untuk wajib pajak luar negeri di kenakan atas penghasilan kotor yang diterima oleh wajib pajak dari Indonesia tanpa di kurangi dengan unsur pengurang sebagaimana diperkenankan pada wajib pajak dalam negeri.

2.      Pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa (PPN)[4]
Pajak pertambahan nilai atas barang dan jasa (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, impor barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean indonesia yang dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean indonesia, pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia, atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi objek pajak PPN adalah:
a.       Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha.
b.      Impor barang kena pajak.
c.       Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean Indonesia yang dilakukan oleh pengusaha.
d.      Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Indonesia.
e.       Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabeam Indonesia.
f.       Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Barang kena pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPn BM. Jasa kena pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbutan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau hak tersedia untuk di pakai termasuk jasa yang di lakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaandengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Sedangkan yang di maksud dengan daerah pabea adalah wilayah republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landasan komitmen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeaan.
Tarif pajak yang di kenakan atas penyerahan maupun pemanfaatan barang kena pajak atau jasa kena pajak dan impor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak adalah sebesar 10%. Besarnya tarif ini ditentukan sama untuk semua jenis barang kena pajak atau jasa kena pajak. Khusus untuk ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak besarnya tarif pajak adalah 0%  dengan kata lain besarnya PPN terutang yang di pungut oleh pengusaha kena pajak dari konsumen di luar negrui adalah nihil.
3.      Pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM)
Pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang di lakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean Indonesia dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, dan impor barang kena pajak yang tergolong mewah. PPn BM di kenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah. Pengenaan dan pemungutan PPn BM di Indonesia saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang pajak pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah 2 kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.


PPn BM dipungut dengan pertimbangan bahwa:
a.       Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi.
b.      Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas barang kena pajak yang tergolong mewah.
c.       Perlu adanya perlindungan terhadap prodosen kecil atau tradisional
d.      Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
Sesuai dengan memori penjelasan Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, yang di maksud dengan barang mewah adalah:
a.         Bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.
b.        Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
c.         Pada umumnya barang tersebut dikonsumsioleh masyarakat berpenghasialan tinggi.
d.        Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
e.         Apabila di konsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakan seperti minuman ber alkohol.
Tarif pajak penjualan atas barang mewah(PPn BM), dengan peraturan pemerintah, dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokkan tariff yaitu: tariff yang paling rendah sebesar 10% dan tarif paling tinggi sebesar 75 %.[5]
4.      Pajak bumi dan bangunan (PBB)
 bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang dikenakan atas pemilikan dan atau pemanfaatan bumi dan bangunan di Indonesia. Pemungutan PBB di Indonesiasaat ini di dasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak Bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
Subjek pajak dalam pajak bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.[6]
Yang di maksud dengan bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Sementara yang dimaksud dengan bangunan adalah konstruksi tekhnik yang di tanam atau di lekatkan secara tepat pada tanah dan atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
a.       Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel pabrik dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
b.      Jalan tol
c.       Kolam renang
d.      Pagar mewah
e.       Tempat olahraga
f.       Galangan kapal, dermaga
g.      Taman mewah
h.      Tempat penampungan atau kilang minyak air dan gas, pipa minyak dan
i.        Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Dalam sistem pemungutan PBB di Indonesia yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Nilai jual kena pajak = Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikurangi Nilai jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) dikalikan dengan prosentase tertentu. Pada PBB besaran tarif pajak adalah tunggal atau tetap yaitu sebesar 0,5% . hanya saja terdapat progresitivitas dalam menentukan besarnya NJKP dimana saat ini ada 2 tarif NJKP yang di berlakukan sebesar 20% jika NJOP kurang dari 1 milyar dan 40% jika NJOP lebih atau sama dengan 1 milyar.
5.      Bea materai[7]
Pemungutan bea materai di Indonesia saat ini dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang bea materai. Bea materai adalah pajak atas dokumen. Maksud dari dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak yang berkepentingan, serta dokumen tersebut di tanda tangani pihak yang yang terlibat didalamnya. Dokumen yang dikenakan Bea Materai adalah sebagai berikut:
a.       Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang di buat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-surat lainnya di bebani kewajiban untuk membayar bea materai atas surat yang dipegangnya.
b.      Akta-akta notaris termasuk salinannya.
c.       Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuatan akta tanah (PPAT) termasuk rangkap-ragkapnya.
d.      Surat yang memuat jumlah uang yaitu :
1)      Yang menyebutkan penerimaan uang
2)      Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalm rekening di bank.
3)      Yang berisi pemberitahua saldo rekening di bank
4)      Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.
e.        Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek
f.         Efek dalam nama dan bentuk apa pun.
Besarnya bea materai yang terhutang berkaitan dengan dokumen yang digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan adalah sebesar Rp.6000,00. Sementara apabila dokumen yang dimaksud adalah berkaitan dengan penyerahan uang, besarnya bea materai tergantung sesarnya uang tersebut jika kurang dari Rp.250.000,00 maka tidak terutang bea materai, jika lebih atau sama dengan Rp.250.000,00 tetapi kurang dari Rp.1.000.000,00 maka besarnya bea materai terhutang Rp.3000,00 dan jika lebih dari atau sama dengan Rp.1.000.000,00 bea materai terutang adalah Rp.6.000,00.
6.      Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)[8]
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehya hak atas tanah dan atau bangunan oleh pribadi atau badan. Dasar hukum pemungutan BPHTB di Indonesia adalah Undang-undang nomor 21 tahun 1997 tentang bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagai mana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2000.
Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang menjadi objek pajak adalah sebagai berikut:
a.       Jual beli
b.      Tukar menukar
c.       Hibah
d.      Hibah wasiat
e.       Waris
f.       Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
g.      Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
h.      Penunjukan pembeli dalam lelang
i.        Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
j.        Penggabungan usaha
k.      Peleburan usaha
l.        Pemekaran usaha
m.    Haidah
n.      Perolehan hakkarena pemberian hak baru sebagai kelanjutan pelepasan hak
o.      Perolehan hak karena pemberian hak baru diluar pelepasan hak

Besarnya tarif BPHTB adalah sama untuk setiap jenis perolehan hak atas tanah dan bangunan, yaitu 5% dari nilai perolehan objek pajak kena pajak (NPOPKP). NPOPKP di peroleh dengan cara mengurangkan NPOP sesuai dengan ketentuan (NJOP atau harga transaksi atau nilai pasar) dengan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP).
7.      Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air[9]
Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air (PKB dan KAA) adalah pajak atas pemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan disemua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah seuatu sumberdaya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat besar yang bergerak.
Kendaraan diatas air (KAA) adalah semua kendaraan yang bergerak oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumberdaya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan yang digunakan diatas air.
a.       Pajak kendaraan bermotor (PKB)
            Pemungutan PKB didasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 dan peraturan pemerintah nomor 65 thaun 2001 tentang pajak daerah.
Dasar pengenaan PKB dihitung sebagai perkalian dari dua unsur pokok, yaitu:
1)      Nilai jual kendaraan bermotor (NJKB);
2)      Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.
Tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan sebesar:
1)      1,5%  untuk kendaraan bermotor bukan umum
2)      1%  untuk kendaraan umum
3)      0,5% untuk kendaran bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
Secara umum perhitungan PKB adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
                        = Tarif Pajak x (NJKB x Bobot)
b.      Pajak kendaraan di atas air (PKAA)
Pemungutan pajak kendaraan di atas air (PKAA) di Indonesia saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
Objek PKAA adalah pemilikan dan atau penguasaan kendaraan diatas air. Tarif PKAA ditetapkan sebesar 1,5 %. Besarnya pokok pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan PKAA adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
                         = Tarif Pajak x Nilai Jual Kendaraan diatas Air

8.      Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air[10]
a.       Bea balik nama kendaraan bermotor  (BBNKB)
Pemungutan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) saat ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 dan peraturan pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah.
Objek pajak BBNKB adalah penyerahan kendaraan bermotor.
            Tarif pajak BBNKB ditentukan berdasarkan tingkat penyerahan objek pajak yang terjadi dan jenis kendaraan bermotor yang diserahkan.
            Tarif BBNKB atas penyerahan pertama ditetapkan sebesar:
1)      10 % untuk kendaraan bermotor bukan umum;
2)      10 % untuk kendaraan bermotor umum; dan
3)      3 % untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
BBNKB atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar:
1)      1 % untuk kendaraan bermotor bukan umum;
2)      1 % untuk kendaraan bermotor umum; dan
3)      0,3 % untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
BBNKB atas penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar:
1)      0,1 %  untuk kendaraan bermotor bukan umum;
2)      0,1 %  untuk kendaraan bermotor umum; dan
3)      0,03 %  untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar.
Secara umum perhitungan BBNKB adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
                = Tarif Pajak x Nilai Jual Kendaraan Bermotor
b.      Bea balik nama kendaraan di atas air (BBNKAA)
Objek pajak BBNKAA adalah penyerahan kendaraan diatas air. Tarif pajak yang dikenakan adalah sebagai berikut:
1)      Tariff BBNKAA atas penyerahan pertama ditetapkan sebesar 5%.
2)      Tarif BBNKAA atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar 1 %.
3)      Tarif BBNKAA atas penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar 0,1 %.
Secara umum perhitungan BBNKAA adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
                         = Tarif Pajak x Nilai Jual Kendaraan diatas Air

9.      Pajak bahan bakar kendaraan bermotor[11]
Pajak bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) adalah pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan diatas air.
Objek PBBKB adalah bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan diatas air. Secara umum perhitungan BBNKAA adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x Nilai Jual Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

10.  Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan[12]
Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan (PPPABTAP) adalah pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan atau air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat.
Objek pajak PPPABTAP adalah:
a.       Pengambilan air bawah tanah dan atau air permukaan, antara lain pengambilan air dalam sektor pertambangan migas;
b.      Pemanfaatan air bawah tanah dan atau air permukaan, antara lain pemanfaatan air dalam bidang ketenagalistrikan; dan
c.       Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan atau air permukaan.
Tarif pajak PPPABTAP ditetapkan antara lain:
a.       Tarif pajak pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah sebesar 20%
b.      Tariff pajak pengambilan dan pemanfaatan Air permukaan sebesar 10%.
Secara umum perhitungan PPPABTAP adalah sesuai dengan rumus berikut.
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x Nilai perolehan Air

11.  Pajak hotel[13]
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk hal-hal berikut ini:
a.       Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek.
b.      Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan.
c.       Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel.
d.      Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan hotel.
Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi 10%.secara umum perhitungan pajak hotel adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel

12.  Pajak restoran[14]
Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. Termasuk dalam objek pajak restoran adalah rumah makan, kafe, bar, dan sejenisnya.
Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran. Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10 %. Secara umum perhitungan pajak restoran adalah sesuai dengan rumus berikut.
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran

13.  Pajak hiburan[15]
Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Objek hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Yang termasuk hiburan antara lain berupa tontonan film, kesenian, pagelaran music dan tari, pertandingan olahraga, dan sejenisnya.
Secara umum perhitungan pajak hiburan adalah sesuai dengan rumus berikut.
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x jumlah pembayaran untuk menonton/menikmati hiburan.

14.  Pajak reklame
Pajak reklame adalah pajak yang dikeluarkan kepada mereka yang memegang surat ijin reklame.[16] Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya memiliki tujuan komersial, digunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan, atau memujikan suatu barang, jasa, atau orang. Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame.
Tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25 %. Secara umum perhitungan pajak reklame adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x Nilai Sewa Reklame

15.  Pajak penerangan jalan[17]
Pajak penerangan jalan (PPJ) adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Objek PPJ adalah penggunaan tenaga listrik diwilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.
Tarif pajak PPJ ditetapkan paling tinggi sebesar 10 %. Secara umum perhitungan pajak penerangan jalan adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x Nilai jual tenaga listrik

16.  Pajak pengambilan bahan galian golongan C[18]
Pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undagan yang berlaku. Objek pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah kegiatan pengambilan bahan galian golongan C.




Tarif pajak pengambilan bahan galian golongan C ditetapkan paling tinggi sebesar 20 %. Secara umum perhitungan pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x Nilai jual hasil pengambilan bahan galian golongan C

17.  Pajak parkir[19]
Pajak parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
Objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
Tarif pajak parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 20 %. Secara umum perhitungan pajak parkir adalah sesuai dengan rumus berikut:
Pajak Terutang =  Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
 = Tarif Pajak x jumlah pembayaran untuk pemakaian tempat parkir



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
     Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Yang termasuk dalam pajak pusat di Indonesia saat ini adalah:
a.       Pajak Penghasilan (PPh)
b.      Pajak pertembahan nilai atas barang dan jasa (PPN)
c.       Pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM)
d.      Pajak bumi dan bangunan (PBB)
e.       Bea materai
f.       Bea perhotelan hak atas tanah dan bangunan (PBHTB)
g.      Bea masuk, bea keluar (pajak ekspor), dan cukai (yang dikelola oleh direktorat jendral bea dan cukai departement keuangan)
pajak daerah di indonesia saat ini juga di bagi menjadi dua yaitu:
a.       Pajak provinsi
1)      Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
2)      Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
3)      Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
4)      Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
b.      Pajak kabupaten atau kota

1)      Pajak hotel
2)      Pajak restoran
3)      Pajak hiburan
4)      Pajak reklame
5)      Pajak penerangan jalan
6)      Pajak pengambilan bahan galian golongan C
7)      Pajak parkir

DAFTAR PUSTAKA
A.    Buku
Mardiasmo, Perpajakan Edisi Refisi 2009, ANDI, Yogyakarta, 2009.
Purnama Ridwan, Perpajakan, Universitas Terbuka, Jakarta, 2000.
Siahaan P. Marihot, Utang pajak pemenuhan kewajiban dan penagihan pajak dengan surat paksa, Rajawali Pers, Jakarta, 2004.
Waluyo, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2000.

B.     Website


[2] Marihot P. Siahaan, Utang pajak pemenuhan kewajiban dan penagihan pajak dengan surat paksa, (Jakarata: Rajawali Pers, 2004), hlm. 52-56
[3] Undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, pasal 1.
[4] Marihot: op.cit. hlm. 56-59
[5] Mardiasmo, Perpajakan edisi Refisi 2009, (Yogyakarta: ANDI, 2009), hlm. 280
[6] Waluyo, Perpajakan Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hlm. 414
[7] Marihot: op.cit. hlm. 66-69
[8] Marihot: op.cit. hlm. 70-76
[9] Marihot: op.cit. hlm. 76-83
[10] Marihot: op.cit. hlm. 83-90
[11] Marihot: op.cit. hlm. 91-92
[12] Marihot: op.cit. hlm. 93-95
[13] Marihot: op.cit. hlm. 96-98
[14] Marihot: op.cit. hlm. 98-100
[15] Marihot: op.cit. hlm. 100-104
[16] Ridwan Purnama, Perpajakan, (Jakarta: Universitas Terbuka), hlm. 15
[17] Marihot: op.cit. hlm. 108-110
[18] Marihot: op.cit. hlm. 111-113
[19] Marihot: op.cit. hlm. 113-115


Tidak ada komentar:

Posting Komentar