BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Salah satunya
yaitu dalam bentuk pembiayaan.
Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan ada bentuk alternatif lain disamping bank konvensional yang sudah
dikenal masyarakat yaitu bank yang berdasarkan pada prinsip bagi hasil.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992tentang perbankan sama sekali belum menggunakan secara tegas
istilah bank syariah atau bank Islam. Penyebutannya masih menggunakan istilah ”prinsip
bagi hasil”. Belum ada ketentuan yang lebih rinci mengenai bank yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Seperti halnya bank
konvensional, bank syariah berfungsi juga sebagai lembaga intermediasi (intermediaryinstitution),
yaitu berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali
dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk
pembiayaan. Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan
oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain,
pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang
telah direncanakan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka
kami dapat mengidentifikasikan masalah yakni sebagai berikut :
1.
Bagaimana kebijakan dalam perencanaan perbankan syariah ?
2.
Bagaimana penyusunan perencanaan perbankan syariah ?
3.
Bagaimana mekanisme pembiayaan dalam praktek yang dilakukan
oleh bank syariah ?
A.
TUJUAN
PEMBAHASAN
Adapun
tujuan terhadap pembahasan mengenai manajemen pembiayaan bank syariah, antara
lain :
1.
Mengetahui dan memahami kebijakan dalam perencanaan
perbankan syariah
2.
Memahamidan mengetahui penyusunan perencanaan perbankan
syariah
3.
Memberikan penjelasan terhadapmekanisme pembiayaan dalam
praktek yang dilakukan oleh bank syariah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH[1]
Pembiayaan
merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk mendukung investasi yang
telah direncanakan berdasarkan kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.Bank
syari’ah adalah bank yang berperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yakni
bank dengan tata cara operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syari’ah Islam.
Bank
sebagai perantara jasa keuangan (financial
intermediary), yang tugas pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat,
diharapkan dana dimaksud dapat memenuhi kebutuhan dana pembiayaan yang tidak
disediakan oleh dua lembaga sebelumnya (swasta dan negara)[2].
Pembiayaan dalam perbankan syari’ah atau istilah teknisnya aktiva
produktif adalahdimana perbankan memeberikan sejumlah dana kepada nasabah
untuk memutar uang yang dimiliki oleh perbankan dengan memperoleh margin
(tambahan) atas pembiayaan. Sedangkan menurut ketentuan Bank Indonesia adalah
penanaman dana bank syari’ah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk
pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syari’ah, penetapan, penyertaan
modal sementara, komitmen dan kontijensi pada rekening administrasi serta
sertifikat wadi’ah bank indonesia.
Menurut
sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu :
1.
Pembiayaan produktif,
yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi produksi dalam arti luas, yaitu
untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
2.
Pembiayaan konsumtuf,
yaitu pembiayaan yang digunkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan
habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
B.
TUJUAN
DAN MANFAAT PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH[3]
1.
Tujuan pembiayaan yang
dilaksanakan perbankan syari’ah, yakni:
a. Pemilik:
dari sumber pendapatan diatas, para pemilik mengharapkan akan memperoleh
penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut.
b. Pegawai:
para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bak yang
dikelolanya.
c. Masyarakat
dan Debitur : Pemilik dana, sebagai pemilik mereka mengharapkan dari dana yang
diinvestasi akan diperoleh bagi hasil. Debitur yang bersangkutan, dengan
menyediakan dana baginya mereka membantu guna menjalankan usahanya (sektor
produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan
konsumtif). Masyarakat umumnya-konsumen, mereka memperoleh barang-barang yang
dibutuhkan.
d. Pemerintah:
akibat penyediaan pembiayaan pemerintah terbantu dalam pembiayaan pembangunan
negara, disamping akan diperoleh pajak (berupa pajak penghasilan atas
keuntungan yang diperoleh bank dan juga perusahaan-perusahaan.
e. Bank:
bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan, diharapkan bank
dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap survival dan meluas
jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayaninya.
2.
Fungsi dari pembiayaan
yang diberikan oleh bank syari’ah kepada masyarakat penerimaan, diantaranya:
a. Meningkatkan
daya guna uang
Para
penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, tabungan dan deposito.
Uang tersebut dalam prosentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna
suatu usaha peningkatan produktivitas. Para pengusaha menikmati pembiayaan dari
bank untuk memperluas/ memperbesar usahanya baik untuk peningkatan produksi,
perdagangan maupun untuk usaha-usaha rehabilitasi ataupun memulai usaha baru.
Dengan demikian dana yang mengendap di bank tidak menjadi idle (diam) dan
disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha
maupun bagi masyarakat.
b. Meningkatkan
daya guna barang
Dengan
bantuan pembiayaan dari bank dapat meningkatkan daya guna barang contohnya
dapat memprodusir bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan
tersebut meningkat.
c. Meningkatkan
peredaran uang
Pembiayaan
yang disalurkan via rekening-rekening koran pengusaha menciptakan paertambahan
peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet giro, wesel, promes dan
sebagainya. Melalui pembiayaan peredaran uang kartal maupun uang giral akan
lebih berkembang oleh karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha
sehingga penggunaan uang akan bertambah baik kualitatif apalagi secara
kuantitatif.
d. Menimbulkan
kegairahan berusaha
Setiap
manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi yaitu berusaha
untuk memenuhi kebutuhannya. Karena itu pulalah maka pengusaha akan selalu
berhubungan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya.
e. Stabiiltas
ekonomi
Dalam
ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya diarahkan
pada usaha antara lain:
1)
Pengendalian inflasi
2)
Peningkatan ekspor
3)
Rehabiltasi prasarana
4)
Pemenuh kebutuhan-kebutuhan
pokok rakyat
Untuk
menekan arus inflasi dan berlebih-lebih lagi untuk usaha pembangunan
ekonomi maka pembiayaan bank memegang peranan penting.
f. Sebagai
jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
Para
usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan
usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini
secara kumulatif dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan lagi kedalam
struktur pemodalan, maka peningkatan akan berlangsung terus menerus.
Dengan
pendapatan yang terus meningkat berarti pajak perusahaan pun akan terus
bertambah. Di lain pihak pembiayaan yang disalurkan untuk merangsang
pertambahan kegiatan ekspor akan menghasilkan pertambahan devisa negara.
Disamping itu dengan semakin efektifnya kegiatan swasembada kebutuhan-kebutuhan
pokok, berarti akan dihemat devisa keuangan negara.
g. Sebagai
alat hubungan ekonomi internasional
Bank
sebagai lembaga kredit/ pembiayaan tidak hanya bergerak di dalam negeri tetapi
juga di luar negeri. Negara-negara yang kaya atau kuat ekonominya, demi
persahabatan antar negara banyak memberikan bantuan kepada negara-negara yang
sedang berkembang atau membangun. Bantuan tersebut tercermin dalam bentuk
bantuan kredit dengan syarat-syarat yang ringan yaitu margin
(bunga) yang relatif rendah dan jangka waktu penggunaan yang panjang.
C.
KETENTUAN
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH[4]
Perbankan
syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam.
Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk
memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta
larangan investasi untuk
usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan
produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak Islami), dimana hal ini
tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Beberapa
prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :
1.
Pembayaran terhadap
pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan
sebelumnya tidak diperbolehkan.
2.
Pemberi dana harus
turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang
meminjam dana.
3.
Islam tidak
memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan
media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
4.
Unsur Gharar
(ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus
mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
5.
Investasi hanya boleh
diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman
keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
D.
PENYUSUNAN RENCANA PEMBIAYAAN SYARIAH
Beberapa pendekatan yang dapat ditempuh dalam
perencanaan pembiayaan :
1. Pendekatan perencanaan pembiayaan berdasarkan sumber
dana yang dapat dikumpulkan oleh bank secara rasionil.
Sebagai kegiatan pokok suatu bank yaitu di satu
pihak mengumpulkan dan kemudian menyalurkan dana tersebut dalam bentuk
pembiayaan. Oleh karena itu kemampuan bank dalam menyalurkan pembiayaan ke
masyarakat akan sangat tergantung dari sumber-sumber dana yang dapat
dikuasainya.
Masalah perencanaan pembiayaan melalui pendekatan
sumber antara lain :
a. Berapa volume dana yang dapat dikumpulkan
b. Berapa volume dana yang dapat disalurkan
c. Dari mana sumber-sumber dana tersebut
2. Pendekatan
perencanaan pembiayaan berdasarkan kemampuan pasar untuk menyerap penawaran
dana dalam bentuk pembiayaan.
Faktor-faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pembiayaan berdasarkan pendekatan
pasar adalah :
a. Corak
pemasarannya (market profile), baik ditinjau dari “Economic
Environment” yang dapat diketahui dari berbagai indikator ekonomi, juga
ditinjau dari “Cultural Environment” maupun “Regulatory Environment”.
b. Corak
persaingan (competition profile), berapa banyak volume pembiayaan yang
telah dipasarkan ke masyarakat dan berapa besar masing-masing bank pesaing
merebut “market share”. Financial product apa saja yang dijual
dan bagaimana pricing-nya.
c. Corak
nasabah (customer profile), apakah perusahaan milik pemerintah, atau
swasta, atau dari kelompok pengusaha ekonomi lemah. Pemahaman atas corak
nasabah ini akan sangat bermanfaat dalam menerapkan sasaran pemasaran yang akan
dilakukan.
d. Corak
produk (product profile) yang telah dan akan dipasarkan. Berapa prosen
jenis pembiayaan itu dapat disediakan dibanding dengan seluruh jenis pembiayaan
perbankan, dan seberapa besar daya serap pasar (yang dibutuhkan nasabah).
Pemahaman terhadap corak produk ini akan bermanfaat dalam “product
development” untuk menciptakan diversifikasi jenis-jenis pembiayaan yang
dipasarkan agar lebih dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan para nasabahnya.
3. Pendekatan
perencanaan pembiayaan berdasarkan anggaran bank
Pola
pikir yang dipakai pada pendekatan ini adalah berangkat dari pengertian
anggaran ini sendiri, yaitu suatu rencana kerja yang dimanifestasikan dalam
bentuk kesatuan mata uang.
Adapun
maksud dan tujuan penyusunan anggaran antara lain :
a. Sebagai
alat koordinasi dari berbagai kegiatan yang ada dalam suatu bank.
b. Sebagai
alat pengawasan karena anggaran merupakan tolok ukur dari rencana kerja yang
akan direalisir di kemudian hari.
c. Sebagai
alat pemilihan alternatif-alternatif yang akan ditempuh suatu bank dalam
mewujudkan optimal profit adari pengelolaan faktor-faktor produksi yang
dikuasainya.
Portofolio
pembiayaan (financing) merupakan bagian terbesar dari aktiva bank,
karena pembiayaaan merupakan aktivitas utama dari usaha perbankan. Dengan
demikian maka pendapatan bagi hasil atau keuntungan jual beli yang merupakan
instrumen pembiayaan perbankan syariah merupakan sumber pendapatan yang
dominan.
1.
Unsur-unsur
administrasi pembiayaan
Administrasi
dari portofolio pembiayaan dapat dibagi menurut tujuan dari fungsi manajemen
secara umum, yaitu perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian. Perencanaan
meliputi pertimbangan risiko dan pendapatan, serta alokasi pembiayaan.
Pengorganisasian menyangkut pengaturan pelaksanaan rencana pencapaian tujuan
melalui penentuan kebijakan dan proses, termasuk pengadaan fungsi-fungsi
pendukung dan kegiatan penyajian (realisasi) pembiayaan melalui struktur
organisasi. Pengendalian menyangkut proses keputusan, pemantauan, pembinaan dan
pengawasan pembiayaan.
2.
Tahap-tahap pelaksanaan
administrasi pembiayaan :
a. Setiap
permohonan harus diadministrasikan dengan baik (file identifikasi nasabah)
sesuai dengan jenis produk.
b. Database
nasabah sekurang-kurangnya mencakup data identitas, pekerjaan/bidang usaha,
jumlah penghasilan, rekening yang dimiliki, aktivitas transaksi normal dan
tujuan pembukaan rekening.
c. Semua dokumen harus terjaga
kerahasiaannya.
d. Pejabat
penghimpun dana membuat laporan kepada direksi dalam rangka pemantauan rekening
nasabah.
3.
Syarat administratif :
a. Surat
permohonan tertulis, dengan dilampiri proposal yang memuat (antara lain)
gambaran umum usaha, rencana atau prospek usaha, rincian dan rencana penggunaan
dana, jumlah kebutuhan dana dan jangka waktu penggunaan dana.
b. Legalitas
usaha, seperti identitas diri, akta pendirian usaha, surat izin umum perusahaan
dan tanda daftar perusahaan.
c. Laporan
keuangan, seperti neraca dan laporan laba rugi, data persediaan terakhir, data
penjualan, dan fotocopy rekening bank.
4.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam administrasi pembiayaan di Bank Syariah adalah :
a. Penerimaan
keputusan, baik dari Kanpus/Kanwil atau Kantor Cabang yang bersangkutan.
b. Penerusan
kepada nasabah pemohon meliputi :
a)
Macam keputusan,
ditolak atau disetujui.
b)
Penyampaian kepada nasabah,
atas permohonan yang ditolak, keputusan ini diberitahukan kepada pemohonnya.
Sedangkan bagi nasabah yang permohonannya disetujui, maka tahap selanjutnya
dibuatkan surat persetujuan yang memuat berbagai persyaratan dan klausa.
c. Penandatanganan
akad, apabila atas surat persetujuan tersebut nasabah pemohon menyanggupinya,
maka pemohon melakukan penandatanganan akad di hadapan pejabat/petugas bank.
F.
KELAYAKAN PEMBERIAN PEMBIAYAAN SYARIAH
Pemberian pembiayaan
mengandung risiko bagi perusahaan yang berupa kerugian yang harus diderita
apabila debitur tidak membayar kewajibannya. Oleh karena itu penjualan kredit,
terutama yang berjumlah besar hanya dapat dilakukan pada pihak yang bonafid.
Dalam pemberian pembiayaan
dalam sebuah usaha/bisnis, tentu tidak terlepas dari prinsip 5C untuk menilai
usaha/bisnis tersebut layak dibiayai atau tidak.
Prinsip 5C yang
dimaksud adalah :
1.
Character,
yaitu watak/sifat penerima pembiayaan.
2.
Capacity,
yaitu kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pembiayaan
yang diambil.
3.
Capital,
yaitu besarnya modal yang diperlukan.
4.
Condition,
yaitu keadaan usaha yang dijalankan.
5.
Collateral,
yaitu jaminan yang dimiliki nasabah pembiayaan dan telah diberikan kepada bank.
G.
MEKANISME PEMBIAYAAN DALAM PRAKTEK BANK SYARIAH[6]
Berbagi
hasil dalam bank syariah menggunakan istilah nisbah bagi hasil, yaitu proporsi
bagi hasil antara nasabah dan bank syariah. Misalnya, jika customer service
bank syariah menawarkan nisbah bagi hasil Tabungan sebesar 65:35. Itu artinya
nasabah bank syariah akan memperoleh bagi hasil sebesar 65% dari return investasi
yang dihasilkan oleh bank syariah melalui pengelolaan dana-dana masyarakat di
sektor riil. Sementara itu bank syariah akan mendapatkan porsi bagi hasil
sebesar 35%. Bagaimana menghitung nisbah bagi hasil tersebut? Untuk
produk pendanaan/simpanan bank syariah, misalnya Tabungan dan Deposito,
penentuan nisbah bagi hasil dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: jenis
produk simpanan, perkiraan pendapatan investasi dan biaya operasional bank. Hanya
produk simpanan dengan skema investasi (mudharabah) yang mendapatkan return
bagi hasil. Sementara itu untuk produk simpanan dengan skema titipan (wadiah),
return yang diberikan berupa bonus.
Pertama-tama
dihitung besarnya tingkat pendapatan investasi yang dapat dibagikan kepada
nasabah. Ekspektasi pendapatan investasi ini dihitung oleh bank syariah dengan
melihat performa kegiatan ekonomi di sektor-sektor yang menjadi tujuan
investasi, misalnya di sektor properti, perdagangan, pertanian, telekomunikasi
atau sektor transportasi. Setiap sektor ekonomi memiliki karakteristik dan
performa yang berbeda-beda, sehingga akan memberikan return investasi
yang berbeda-beda juga. Sebagaimana layaknya seorang investment manager,
bank syariah akan menggunakan berbagai indikator ekonomi dan keuangan yang
dapat mencerminkan kinerja dari sektoral tersebut untuk menghitung ekspektasi
/proyeksi return investasi. Termasuk juga indikator historis (track record)
dari aktivitas investasi bank syariah yang telah dilakukan, yang tercermin dari
nilai rata-rata dari seluruh jenis pembiayaan yang selama ini telah
diberikan ke sektor riil. Dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat diperoleh
besarnya pendapatan investasi dalam bentuk equivalent rate- yang akan
dibagikan kepada nasabah misalnya sebesar 11%.
Selanjutnya
dihitung besarnya pendapatan investasi yang merupakan bagian untuk bank syariah
sendiri, guna menutup biaya-biaya operasional sekaligus memberikan pendapatan
yang wajar. Besarnya biaya operasional tergantung dari tingkat efisiensi bank
masing-masing. Sementara itu, besarnya pendapatan yang wajar antara lain
mengacu kepada indikator-indikator keuangan bank syariah yang bersangkutan
seperti ROA (Return On Assets) dan indikator lain yang relevan. Dari
perhitungan, diperoleh bahwa bank syariah memerlukan pendapatan investasi
-yang juga dihitung dalam equivalent rate- misalnya sebesar 6 %.
Dari
kedua angka tersebut, maka kemudian nisbah bagi hasil dapat dihitung. Porsi
bagi hasil untuk nasabah Dari kedua angka tersebut, maka kemudian nisbah
bagi hasil dapat dihitung. Porsi bagi hasil untuk nasabah adalah sebesar: [11%
dibagi (11%+6%)] = 0.65 atau sebesar 65%. Dan bagi hasil untuk bank syariah
sebesar: [6% dibagi (11%+6%)] = 0.35 atau sebesar 35%. Maka nisbah bagi hasilnya
kemudian dapat dituliskan sebagai 65:35.
Tentu
saja dalam prakteknya nasabah tidak perlu terlalu pusing dengan perhitungan
bagi hasil semacam ini. Masyarakat hanya tinggal menanyakan berapa rate
indikatif dari Tabungan atau Deposito yang diminatinya. Rate indikatif
ini adalah nilai equivalent rate dari pendapatan investasi yang akan
dibagikan kepada nasabah, yang dinyatakan dalam persentase misalnya 11% atau 8%
atau 12%. Jadi masyarakat dengan cepat dan mudah dapat menghitung berapa besar
keuntungan yang akan diperolehnya dalam menabung sekaligus berinvestasi di bank
syariah.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pembiayaan merupakan sebagian besar asset dari bank syariah
sehingga pembiayaan tersebut harus dijaga kualitasnya dengan mendasarkan pada prinsip
kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian
adalah pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang
sehat, kuat dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penerapan prinsip kehati-hatian oleh bank syariah salah satunya diwujudkan dalam melakukan analisa pembiayaan yaitu
menganalisa keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon nasabah penerima fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya,
sebelum bank syariah menyalurkan dana kepada nasabah penerima fasilitas. Keyakinan tersebut diperoleh dari penilaian dengan seksama terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari calon nasabah penerima
fasilitas (character, capacity, capital, collateral, condition). Bank syariah dalam
memberikan pembiayaan berharap bahwa pembiayaan tersebut berjalan dengan
lancar, nasabah mematuhi apa yang telah disepakati dalam perjanjian dan
membayar lunas bilamana jatuh tempo. Akan tetapi bisa terjadi dalam jangka
waktu pembiayaan timbul
pembiayaan bermasalah.
B.
SARAN
Mengingat
bahwa pembiayaan syariah adalah suatu konsep pembiayaan yang lebih memberikan
rasa keadilan dan menghindari hal-hal yang dikategorikan haram menurut syariah
Islam, maka diharapkan lembaga perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah
dapat menjadi jawaban dan suatu model bagi sistem ekonomi yang maslahah
dan tetap konsisten dengan taat ketentuan-ketentuan syariah dan
perundang-undangan yang berlaku sehingga pembiayaannya dapat berjalan dengan
aman dan bermanfaat bagi seluruh bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Sumber
Buku
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. “Bank Syariah dari Teori ke Praktek”. Jakarta:
Gema Insani
Soemitra, Andri. 2009. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah”. Jakarta:
Kencana
Wirdyaningsih, Karnaen
Perwataatmadja, dkk. 2005. “Bank dan
Asuransi Islam di Indonesia”. Jakarta: Kencana Prenada Media hlm. 152
Dewi, Gemala. 2006. “Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan
Perasuransian Syariah di Indonesia”. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
B.
Sumber
Internet
http://blogputrimelayu.blogspot.com/2013/03/bab-i-pendahuluan-a.html
[1]
Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah
dari Teori ke Praktek. Jakarta: GemaInsani, 2001), hlm. 160
[3]http://www.ephieali.blogspot.com/2013/10/makalah-konsep-produk-dan-kebijakan.html.
Diunduh pada hari Jumat, 26/September 2014, pukul 09.12 WIB
[4]Wirdyaningsih,
Karnaen Perwataatmadja, dkk. Bank dan
Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005), hlm.
152
[5]Gemala
Dewi. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan
dan Perasuransian Syariah di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006), hlm. 114
[6]http://blogputrimelayu.blogspot.com/2013/03/bab-i-pendahuluan-a.html. Diunduh
pada hari Jumat, 26/September 2014, pukul 09.35 WIB
thx
BalasHapus